![]() |
| TNI-Polri saat mengamankan aksi pemalangan pembangunan bendungan Harita Group |
Keluarga Hasan, yang kebunnya terdampak pembangunan bendungan, memblokir akses menuju lokasi pembangunan bendungan sekira pukul 10.00 WIT, dipicu ketidakjelasan penyelesaian kerusakan lahan yang sudah bertahun-tahun mereka tunggu.
Kebun kelapa milik Keluarga Hasan, yang merupakan sumber nafkah mereka selama puluhan tahun, rusak digerus air akibat perubahan aliran dari pembangunan bendungan.
"Ini bukan sekadar tanah. Ini hidup kami. Harita bangun bendung, sungai berubah, kebun kami rusak. Sampai hari ini mereka tidak bertanggung jawab," tegas Hamid Hasan.
Ia mengaku pihak perusahaan telah berulang kali datang membawa janji mediasi, namun tak ada satupun yang berakhir nyata. Ketika keluarga menanyakan tujuan pengeboran sungai, jawaban yang diterima hanyalah rahasia.
"Ternyata rahasianya kebun kami tenggelam, tanah kami diambil, dan kami dibohongi," akunya.
Para ibu-ibu dari keluarga Hasan berdiri di tengah badan jalan, memalang akses keluar-masuk truk pengangkut material proyek.
"Tidak ada material lewat! Bayar dulu hak kami! Ini tanah kami, bukan tanah Harita," teriak junet, yang merupakan salah satu ahli waris.
Sekitar pukul 12.27 WIT, sejumlah anggota TNI dan Polri tiba di lokasi. Kedatangan aparat ini, justru jadi pemicu meningkatnnya ketegangan.
Beberapa personel keamanan perusahaan termasuk Koordinator BKO/Supervisor Security berinisial O Alias Okto, berada dilokasi dan mencoba membubarkan warga.
Menurut kesaksian ahli waris, Koordinator BKO security justru memprovokasi situasi dengan bentakan dan teriakan bernada ancaman. Junet, ponakan Hamid Hasan, memberikan kesaksian langsung.
"Kami dibentak. Koordinator BKO security inisial O alias Okto teriak danton, danki ‘tembak-tembak satu satu’. Kami jawab: ‘Silakan tembak, kami tidak takut mati. Kami cuma pertahankan harta orang tua kami’," tuturnya.
Ia meminta aparat negara bersikap netral, dan melindungi. "Kami mohon TNI dan Polisi jangan tekan kami, dan bantu kami. Harita belum jawab hak kami, kenapa kami yang dihadang," ujarnya.
Beberapa warga menyebut sempat terjadi aksi saling dorong, sebelum akhirnya situasi dapat dikendalikan.
Ketika Okto coba dimintai klarifikasi langsung terkait dugaan teriakan 'tembak', Koordinator BKO/Supervisor Security itu menghindar, enggan memberikan komentar.
Hanya ada jawaban singkat dari Okto, "Tidak ada komentar". Ia mengindar dari awak media tanpa memberi penjelasan tambahan.
Setelah situasi mereda, proses negosiasi antara ahli waris, aparat, dan perwakilan perusahaan berlangsung hingga sekitar 15.20 WIT. Namun, negosiasi tersebut belum menghasilkan keputusan konkret mengenai penyelesaian hak ahli waris.
Dari total 5 hektare lahan keluarga Hasan, 2 hektare lebih sudah rusak berat akibat abrasi dan perubahan aliran sungai, 3 hektare lainnya terancam hilang bila proyek terus dilanjutkan tanpa penyelesaian.
Hamid menegaskan, aksi pemalangan akan terus berlanjut. "Ini sudah penyerobotan tanah warisan. Selama Harita belum bayar kerusakan dan tanaman, kami akan palang terus," tegasnya.
Perwakilan CSR Harita Group di lapangan menyatakan, pihaknya siap memfasilitasi mediasi. "Hari Senin kami siap memediasi. Pemerintah desa juga akan kami libatkan," ujarnya.
Keluarga Hasan menegaskan, mereka sudah terlalu sering menerima janji tanpa penyelesaian. Hingga berita ini naik tayang, Harita Group belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden maupun tuntutan ahli waris. (Ar/red)
