Oleh: Hamdy M. Zen
|
‘Amil di dalam kaidah bahasa
Arab, merupakan penyebab yang menyebabkan, suatau kata di dalam kalimat bahasa
Arab, lantas berubah harakat akhirnya. Bahkan, tidak sekedar harakatnya
saja yang berubah, maknanya pun ikut berubah. Seperti kata Muhammad, berganti,
Muhammadun, atau muhammadan, atau juga Muhammadin.
Semua perubahan
tersebut, memiliki arti yang satu, yakni tetap berarti Muhammad. Hanya saja, kata
Muhammad tersebut, memiliki makna yang berbeda – beda. Adapun kata Muhammadun,
bisa saja menunjukan pada Muhammad kedudukannya sebagai pelaku, sementara untuk
kata Muhammadan, menandakan bahwa dia ( Muhammad ), berada pada posisi objek.
Dan seterusnya dan seterusnya.
Nah, perubahan
– perubahan pada akhir kata tersebut, disebabkan atau bergantung pada masuknya ‘ami
– ‘amil itu sendiri. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa ‘amil merupakan
penentu / penggerak, yang melahirkan sebauh perubahan akhir kata di dalam
bahasa Arab. Maka mempelajari bahasa Arab, harusnya jangan diskip, dalam
memahami ‘amil – ‘amilnya. Sehingga, memudahkan kita, dalam bergelut dengan
permainan indah, di dalamnya.
Melihat
dinamika dalam kaidah bahasa Arab di atas, membuat penulis kemudian tertarik,
untuk menulis, terkait dengan masalah ‘amil. Sebab, dengan realitas tersebut,
ketika dikorelasikan dalam artian dikoneksikan (dimamasukkan) ke dalam dunia
kita, ternyata tanpa disadari, kita pun memiliki sistem serta dinamika yang
sama. Walau pun dalam tanda kutip, persamaan yang dimaksud, memang sama yang
berbeda. Tapi esensinya, insya Allah sama.
Di mana, pada
dasarnya, semua berbicara pada taraf perubahan. Nah pada perubahan inilah yang
penulis katakan sama, dalam esensi tersebut. Bahasa Arab membicarakan soal
perubahan akhir kata, adapun kehidupan kita, berbicara tentang perubahan sikap
di dalam kehidupan manusia. Entah perubahan yang mengarah pada hal yang
berkonotasi positif atau bermakna negatif. Semua itu, bergantung pada ‘amil –
‘amil yang kita ambil.
Pembaca yang
budiman! Setiap kita pada substansinya, mohon maaf, tanpa bermaksud menggurui,
pastinya berharap hidup dalam suasana yang aman, tentram, nyaman, damai, serta
saling berbagi kasih sayang, dan lain semacamnya. Keadaan – keadaan seperti
ini, menjadi tujuan kita dalam berkehidupan. Sehingga, tak jarang kita melihat,
gerakan – gerakan perubahan, mengalir deras, bagaikan hujan mengguyur keras.
Di saat,
pemerintah terlihat keliru dalam bertindak, di situ akan tampak, berbagai
suara, bernada protes yang berdampak. Para mahasiswa yang berlabel agen of
change, kemudian turun ke jalan, membanjiri setiap sudut – sudut kota,
memkasa para pengambil kebijakan, untuk tidak mengambil tindakan, dengan
berkeputusan, yang terkesan berlaku sepihak. Harapannya, keputusan yang
diputuskan, harusnya tidak berat sebelah. Semua harus memperoleh dampak yang
sama.
Proses tersebut
di atas, baik pemerintah maupun mahasiswa, semua disebabkan oleh ‘amil. ‘amil
menjadi aktor sekaligus provokator dalam lahirnya dinamika tersebut. ‘amilnya
pemerintah, bisa saja kehendak untuk mengaktualisasikan visi misinya. Hanya
saja, bentuk aktualisasi tertsebut, mungkin terkesan keliru bagi mahasiswa.
Atau juga, mohon maaf, bisa saja hasrat, dalam upaya kepentingan sepihak. Kalau
yang ini, parah. Nah, tanpa sadar, dari ‘amil – ‘amil inilah, yang kemudian menyebabkan
mahasiswa, lantas turun ke jalan.
Sementara
‘amilnya mahasiswa adalah, harapan memberi perubahan, ke arah yang positif,
bagi segenap kita. Karena mahasiswa pada dasarnya, bereksistensi sebagai agen
of change (perubahan), agen of social control (pengontrol), serta agen
of inteligen (ilmu pengetahuan). Maka tak heran, suara – suara perubahan,
selalu diudarakan.
Semua proses di
atas, pastinya satu, yakni sama – sama ingin memberi perubahan, ke arah yang
lebih baik, dari sebelumnya. Hanya saja, mungkin cara yang diambil sajalah,
yang menyebabkan protes – protes, di anatar kita, baik pemerintah maupun
mahasiswa, serta pihak yang lainnya, masih setia mewarnai dunia pelangi, yang
telah melengkapi, kehidupan kita.
Pembaca yang
bijaksana! Mohon maaf, saat ini, realitas membuktikan bahwa, masih banyak di
antara kita yang terkesan sok tahu. Sehingga, yang tampak saat ini adalah,
wajah – wajah yang seperti hilang arah. Kenapa? Karena SDM (Sumber Daya
Manusia) nya, tidak sejalan dengan yang diminta. Terlalu banyak, SDM yang abu –
abu. Sehingga, yang seharusnya kepentingan bersama, mudah adanya, menjadi sulit
tak berdaya.
Padahala kita
tahu bahwa sistem demokrasi itu sendiri, pada dasarnya adalah dari kita, oleh
kita dan untuk kita bersama. Nyatanya apa? Semua terbengkalai percuma. Seolah
masuk pada jalan yang buntu. Padahal, semua telah tertata rapi. Hanya karena
SDM yang mungkin, mohon maaf, belum dimengertilah, sehingga mengakibatkan semua
menjadi seperti hampa.
Mulai dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sampai dengan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD), diperuntukan untuk kepentingan bersama. Di dalamnya
sudah terbagi porsinya masing – masing. Mulai dari anggaran pendidikan sampai
pada anggaran untuk semua kalangan. Semua telah dibagi rata.
Pertanyaannya,
apa susahnya? Jawabanya mungkin sederhana, SDMnya lemah, sehingga, terkesan
bingung mengelolanya. Lantas, yang ada, malah bertumpuk hingga akhir tahun.
Lalu, terjadilah agenda – agenda dadakan, yang berserakan. Tujuannya apa, untuk
memperoleh laporan berdata, dan anggarannya tidak jadi dikembalikan ke negara.
Dan dinamika seperti ini, berlaku tidak hanya dalam dunia birokrasi, tapi juga
pada semua elemen pemerintah. Bahkan dalam dunia kampus pun, tidak jauh
berbeda.
Persoalan
sebagaimana paparan di atas, merupakan salah satu, dari sekian banyak masalah,
yang menyebabkan lahirnya, berbagai macam, nada protes itu sendiri. Dari protes
– protes tersebut, lalu berdampak pada pertikaian yang tak berujung. Dan dari
pertikaian yang yang tak berujung inilah, yang kemudian melahirkan konflik –
konflik yang berepisode. Lantas pada akhirnya, diakhiri dengan bad ending
(akhir yang buruk). Na’uju billah.
Jika diperhatikan
dengan baik, kita akan temukan rahasia sederhananya. Apa rahasia tersebut? Ya,
semua terletak pada persoalan ‘amil yang diambil. Pembacaan yang tidak terlalu
jeli, dalam hal ini, membuat kita gegabah dalam mengambil sebuah keputusan.
Sehingga, yang terjadi bukannya satu hati, malah berjuta luka, yang semakin
menjadi – jadi.
Pembaca yang
luar biasa! Tabea, kita mestinya hati – hati dalam menentukan ‘amil.
Sebab ‘amil, merupakan kompas, yang menjadi acuan bagi kita, ke mana arah yang
dibawa ke depan. Salah menentukan ‘amil, tidak menutup kemungkinan, peluang
kebersamaan, dengan kado kasih sayang, yang tadinya berpeluang besar, untuk
menang, justru beralih menjadi sangat kecil dalam meraihnya. Maka, berhati –
hati, harusnya menjadi senjata utama.
Ingat, di dalam
kaidah bahasa Arab, jika telah masuk suatu ‘amil di dalam kalimatnya, maka kata
di dalamnya, sudah pasti berubah huruf akhirnya. Dan ketika huruf akhirnya
telah berubah, maka maknanya pun, sudah pasti, ikut berubah pula. Hal yang
sama, juga terjadi, di dalam dinamika, dunia kita.
Jika suatu
‘amil telah digerakkan, maka perubahan menjadi jawabannya. Dan jawaban
tersebut, tergantung pada ‘amil yang digerak. Jika gerakannya mengarah pada
hasrat pribadi kelompok. Maka konsekuensinya, berbagai protes akan merajalela.
Kalau protes sudah merajalela, maka lahirlah wajah – wajah garang, para
pejuang, yang siap untuk melwan. Di situ, potensi konflik, lantas, mulai
kembali terbuka.
Untuk
menghindari terbukanya konflik tersebut, maka perbaiki ‘amil – ‘amil yang ada.
Lalu siapkanlah SDM – SDM mumpuni, yang mengerti situasi dan kondisi yang ada.
Jangan tempatkan mereka, tidak, pada tempatnya. Tempatkanlah mereka, sesuai
kapasitasnya. Dan khusus untuk kita, para pecinta dunia kerja, jika belum
mampu, jangan sok, layaknya tahu. Berikan kesempatan, bagi yang berkapasitas.
Sebab, mengabdi, tak semudah berjalan kaki.
Akhirnya,
penulis hanya dapat berkata, mari bekerja, dengan hati. Memulai pagi, dengan
bermimpi. Lalu, gapailah mimpi itu, dengan penuh, kesungguhan hati. Lantas
terus menikmati, setiap langkah yang dijejaki. Dan ingat, siapkan ‘amil,
sebelum tampil.
Terntae, puncak
Dufa2, 28 Desember 2020.