![]() |
Istimewa |
Hal ini mengundang tanggapan dari beberapa anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, yang berasal dari daerah pemilihan 3 (Tidore Kepulauan, Halmahera Tengah, Halmahera Timur) angkat suara.
Diantara anggota DPRD yang angkat suara yaitu Jufri Yakuba, fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Haryadi Ahmad fraksi Bintang Demokrat, yang merupakan politisi Partai Bulan Bintang (PBB).
Mereka meminta agar Pemerintah Provinsi Maluku Utara, menyelesaikan masalah antara PT STS dan masyarakat yang ada di Halmahera Timur, khususnya di wilayah Kecamatan Maba dan Kecamatan Maba Tengah.
Permintaan tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-17 Masa Persidangan Kedua Tahun Sidang 2024/2025, yang berlangsung pada Selasa, (29/04/2025).
Dalam penyampaiannya, Jufri Yakuba menyebutkan, permintaan masyarakat sangat sederhana, yaitu hak mereka diakui. Ia juga menyesalkan, sejauh ini belum ada perhatian Pemprov terkait permasalahan yang terjadi.
"Saya sangat menyayangkan, penolakan masyarakat yang sudah kurang lebih 8 hari, tidak ada respon persuasif dari Pemprov. Padahal masyarakat hanya meminta agar hak-haknya diselesaikan," ujar Jufri.
"Kemarin ada mediasi dari Pemda Haltim, tapi belum maksimal. Saya meminta agar dalam waktu dekat dimediasi, terkesan kita membiarkan masyarakat menyelesaikan masalahnya sendiri dengan perusahaan," tambahnya.
Selain itu, Jufri meminta agar Pemprov perlu menyelesaikan biang kerok dari permasalahan tambang yang ada di Maluku Utara, sehingga permasalahan yang sama tidak terjadi di kabupaten lain.
"Biang keroknya, seluruh IUP di Maluku Utara, rata-rata ada hak rakyat di dalamnya. Kita meminta Pempus untuk kembali meninjau IUP di seluruh Maluku Utara yang koordinatnya didalam ada hak masyarakat," pintanya.
Sementara Haryadi Ahmad menyebutkan, masyarakat Maluku Utara tidak alergi terhadap infestasi. Masyarakat hanya meminta dihargai dan diakui.
"Kami tidak alergi infestasi, kami membuka tangan agar sumber daya alam dikelola demi kesejahteraan masyarakat," ucapnya.
Haryadi menekankan, kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas. Sebagai perpanjangan tangan, dinas terkait harus mencari solusi penyelesaian masalah ini.
"Boro-boro kita bicara kesejahteraan, hari ini masyarakat ditindas. Padahal mereka hanya menuntut hak ulayat adat yang harus diselesaikan perusahaan, kami meminta agar dinas terkait menyelesaikan masalah ini," pungkasnya. (red)