TERNATE - Keseriusan
kesultanan Ternate membuka peluang ekonomi di Maluku Utara (Malut) kian
membulat. Kerja sama kesultanan dengan Konsulat Jenderal (Konjen) Filipina di
Manado, Oscar G. Orcine kini memasuki tahap II.
Sebelumnya,
pertemuan perdana kedua bela pihak dilangsungkan pada 2 Oktober 2018 lalu di
kadato Ici Ternate. Dalam pertemuan tersebut membahas potensi perekonomian
serta membangun kerja sama yang baik antara Filipina dan Maluku Utara (Malut).
Pada
fase kedua ini, pihak kesultanan Ternate bersama Oscar G. Orcine bertemu Duta Besar Philipina,
Mr. Leehong T. Wee di Jakarta pada 8 Februari 2019 kemarin. Ada beberapa isu
ekonomi di bahas dalam pertemuan tersebut, salah satunya penanganan harga kopra
di Malut.
“
Termasuk isu harga kopra, karena sampai saat ini belum ada solusi yang pasti,” kata
Firman Mudaffar Syah saat di sambangi di kediamannya, Minggu (10/2) sore tadi.
Putra
median almarhum Sultan Mudaffar Syah ini mengatakan, selain membicarakan
potensi perekonomian dan solusi penanganan harga kopra, juga membahas kerja sama
ekspor kopra Filipina - Malut serta program peningkatan produksi komoditi
rumput laut. “ Produksi kopra kita kebanyakan masih di ekspor ke Bitung. Kita berharap
kerja sama ini tidak lagi di ekspor ke Bitung, melainkan langsung Davao,
Filipina,” terangnya.
Sebagai
langkah awal menyukseskan kerja sama ini, kata Firman, saat ini sedang memenuhi
kouta ekspor. Kalau sudah terpenuhi, rencananya sebelum bulan Juni 2019 sudah
mulai action. “ Insyah Allah bulan
Juni nanti sudah action,” optimisnya.
Firman
mengaku, insiatif kerja sama mereka di aspresiasi Duta Besar Philipina, Mr. Leehong T. Wee.
Menurut Leehong, kata Firman, ini baru kali pertama kerja sama yang melibat
pengusaha perseorangan dengan kesultanan.
Berharap
kerja sama ini di kemudian hari kenyamanan hidup masyarakat dapat meningkat
ketaraf yang lebih baik. “ Kesultanan Ternate akan bekerja sama dengan kesultanan-kesultanan
yang lainnya beserta seluruh masyarakat Malut untuk menyukseskan program ini,” katanya.
Tidak Ada Tendensi Politik
Firman
menekankan agar tidak mengaitkan dengan tahun politik seperti saat ini. Firman bilang,
kerja sama yang dilakukan bersama Konjen Filipina tidak ada sangkut pautnya
dengan momentum politik. Kerja sama ini dilakukan mengingat belum adanya solusi
penangan anjloknya harga kopra.
“
Tidak ada sama sekali berbau politik. Ini murni insiasi kesultanan untuk
membuka peluang ekonomi di Malut,” katanya.
Remon,
salah satu rekan tim kerja sama Firman menambahkan, kopra masih sebagai
penghasil utama ekonomi mayoritas masyarakat Malut. Karena itu, peran lingkup kesultanan
Ternate hanya mengambil langkah untuk menginsiasi agar kopra ini setidaknya ada
pembelinya.
“ Alternatifnya
tidak mungkin ada di hari ini, tidak mungkin para petani dengan ekonomi yang
bergantung pada kopra tiba-tiba di hilangkan begitu saja. Sehingga itu, pihak
kesultanan hanya bermaksud membuka peluang perekonomian bukan bermaksud
apa-apa,” katanya.
Menurut
Remon, kehadiran pihak kesultanan Ternate dalam kerja sama ini semata-mata
mencari alternatif, tidak bermaksud mencapuri urusan pemerintah atau semacamnya.
Ini mengingat ekspor kopra di Malut dominan di ekspor ke Bitung, Sulawesi
Utara.
“ Apabila
tidak di stimulasi dan tidak ada jawaban, maka kopra sebagai penghasil utama
ekonomi mayoritas masyarakat Malut akan kalah dari nilai ekonomis. Jadi
istilahnya bouble biaya angkut, karena
kopra di transpor dulu ke Bitung, baru dari Bitung di bawa keluar. Sekali lagi
ini hanya mencari alternatif, tidak bermaksud apa-apa,” tandasnya. (PM)