Kemelut RSUD dan Peran Gubernur Malut

Sebarkan:
Mukhtar A. Adam (Om Pala Melanesia)

Oleh: Om Pala Melanesia

Pengamat Ekonomi 


Gubernur dalam jabatan sebagai kepala daerah otonomi, diberikan hak kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yang setara dengan Presiden dalam fungsi keuangan Negara. Kedudukan Presiden juga diberikan hak kekuasaan pengelolaan keuangan Negara, apa maksudnya ?

Agar para pemimpin dalam melaksanakan diskresinya, tidak bisa dihambat dengan pemanfaatan sumber-sumber keuangan yang likuid untuk mengatasi problem yang dihadapi masyarakat, layanan publik, penataan ekonomi, infrastruktur, dan lain-lain. 

Oleh karena itu, para penyusun undang-undang harus memikirkan dampak dari sebuah langkah kebijakan dalam memanfaatkan anggaran tak bisa dibatasi sepanjang tidak menyentuh aspek memperkaya diri sendiri, dan memperkaya orang lain dalam terjemahan indikator korupsi.

Dalam menjaga diskresi gubernur, dalam rumusan peraturan pemerintah, diberi ruang bagi kepala daerah menetapkan beberapa kebijakan yang bersifat mendesak, seperti: 

(1) Membuka rekening belanja tak terduga ada ketidak-pastian dalam satu tahun anggaran, daerah diberi ruang untuk menampung dalam belanja tak terduga. Pengalaman pandemi Covid- 19 yang terjadi di kuartal-1 tahun 2020 memaksa Negara mengarahkan daerah untuk melakukan refocusing sebagai bagian dari tidak tersedianya dana kehati-hatian dalam belanja jangka pendek.

(2) Kewenangan pergeseran anggaran menjadi kewenangan kepala daerah tanpa terlebih dahulu melalui persetujuan DPRD. Artinya, gubernur dapat melakukan pergeseran anggaran setelah penetapan APBD yang ditetapkan melalui peraturan gubernur tentang pergeseran anggaran, yang disampaikan ke pimpinan DPRD, yang selanjutnya akan dimasukan dalam APBD Perubahan. Bahkan, dalam perjalanan anggaran, jika APBD Perubahan sudah ditetapkan gubernur masih memiliki kewenangan untuk melakukan pergeseran anggaran melalui peraturan gubernur, yang akan disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan penjelasan atas pergeseran dimasukkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan Tahun Berkenaan.

Jika dilihat dari aspek kekuasaan dan kewenangan, pengelolaan keuangan Provinsi sesungguhnya tidak cukup alasan untuk tidak bisa mengatasi kebutuhan anggaran RSUD atas beban utang belanja tambahan penghasilan RSUD tanpa melalui pinjaman daerah. Apalagi melakukan pinjaman atas nama BLUD Chasan Boesoerie.

Jika ada hambatan dalam pasal terkait Peraturan Gubernur atas Penetapan BLUD Chasan Boesoerie yang tidak terbuka bagi alokasi APBD kepada RSUD. Maka yang perlu dilakukan adalah revisi atas peraturan gubernur yang dimaksud, karena sulit bagi RSUD Chasan Boesoerie yang hanya mengharapkan sumber pendapatan dari bisnis rumah sakit, dibutuhkan dukungan pemerintah daerah untuk mengalokasikan dukungan anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Maluku Utara.

Jika masih dipertanyakan diambil dari mana dana untuk membiayai rumah sakit, maka Pemerintah Provinsi dapat menganbil dari sumber Dana Alokasi Umum (DAU) yang telah dimandatori oleh Pemerintah Pusat untuk belanja di bidang kesehatan, yang diokasikan ke RSUD.

Jangan terus membiarkan masalah RSUD Chasan Boesoerie berlarut-larut menghambat pelayanan publik, apalagi menyangkut keselamatan warga di bidang kesehatan, Gubernur perlu mengambil langkah darurat untuk mengatasi problem Rumah Sakit tersebut.**

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini