Nursalima Yoisangaji (doc. Pribadi) |
Oleh: Nursalima Yoisangaji
(Anggota KOHATI Cabang Ternate)
Saat ini lembaga yang bernama Korps HMI-Wati telah menyelesaikan Musyawarah Nasional KOHATI (MUNASKOH) ke-XXV di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Korps HMI-Wati yang merupakan akronim dari KOHATI ini melahirkan dua Formateur atau dualisme kepemimpinan.
Kasus ini menjadi pencetak pertama dalam sejarah MUNASKOH. Hasil tersebut merupakan kerja keras delegasi tiap-tiap cabang yang gigih mempertahankan misi struktural kandidat pilihannya untuk menjadi penguasa. Meski mengetahui tindakan individualnya dapat merusak nama baik KOHATI, mereka hilang kendali dan memilih berisikukuh dengan orang yang gila kehormatan.
Sebagai organisasi Nasional, KOHATI memiliki pijakan yang mengandung nilai. Nilai-nilai itu wajib menjadi rujukan dan arah dalam bertindak dan mengambil keputusan. Baik pada tingkat PB, Badko, Cabang juga Komisariat, terutama agenda yang menjadi ruang pengambilan keputusan tertinggi KOHATI, yakni MUNASKOH. Berkaitan dengan itu, MUNASKOH patutnya menjadi ruang akselerasi gagasan yang lahir dari masing-masing delegasi cabang.
Setiap delegasi Cabang harus membawa buah pikir sebagai bekal dalam MUNASKOH. Buah pikir yang dibawah haruslah hasil duduk bersama antara Pengurus KOHATI Cabang dengan KOHATI Komisariat mengenai permasalahan atau kegelisahan KOHATI setingkat terkait isi PDK, kondisi terkini KOHATI, juga arah dan masa depan KOHATI.
Benar bahwa momen tersebut memiliki aturan main terkait jumlah dan siapa yang menjadi penyambung keresahan masing-masing Cabang. Meski begitu, sebagai representasi cabang, delegasi harus menjadikan MUNASKOH sebagai ruang ide dan gagasan. Namun faktanya terdapat kecacatan, yaitu kehadiran sebagian delegasi atau utusan pengurus cabang dalam MUNASKOH berlaku abnormal. Mereka tidak berpijak pada aturan main organisasi yang mengharuskan utusan cabang dihasilkan melalui rapat presidium cabang, sehingga delegasi yang dihasilkan tidak sehat.
Pedoman Dasar KOHATI (PDK), mesti menjadi pengontrol dalam momentum MUNASKOH. Ini dikarenakan PDK adalah pakaian bagi KOHATI. Dapat dibenarkan kalau sebagian dari delegasi membawa misi yang sama sekali bukan untuk masa depan KOHATI, melainkan kepentingan politik yang sengaja dipolitisasi hingga menghalalkan segala cara. Terdapat arogansi pembentukan hak sepihak, dan ketidak layakan yang dipertontonkan.
Penguasa dzalim memiliki banyak cara untuk menghancurkan kebenaran, salah satu contoh adalah praktek yang dilakukan dalam MUNASKOH. Seharusnya, MUNASKOH sebagai momentum nasional menyatukan gagasan dan ide cemerlang, lebih terfokus pada pleno III sebagai ruang menganalisis isi PDK, mengevaluasi perjalan KOHATI, juga proyeksi masa depan KOHATI.
Kami mengakui, dinamika adalah proses organisasi yang dapat menjadikan seseorang kuat juga memiliki semangat tinggi, namun dinamika harus didesain secara sehat. Seseorang harus bijak menentukan ending dinamika yang dimainkannya. Bukan sebaliknya, ada aktor yang menciptakan masalah diatas dinamika yang sedang menuju titik terang. ***