Ternate,Potretmalut.com– Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Provinsi Maluku Utara, akan meninggalkan lima kasus tindak
pidana korupsi diantaranya, kasus pekerjaan proyek jalan Sayoang-Yaba,
pengadaan alat labolatorium Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, universitas
Khairun Ternate, pembangunan jalan Kawali Tabona di Kabupaten Pulau Taliabu, kasus
dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Embung di Pulau Makean dan kasus
dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana sertifikasi guru di kabupaten
Halmahera Utara.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati)
Maluku Utara (Malut) Deden Riki Hayatul Firman kepada wartawan diruang kerjanya
Selasa (27/2/2018) mengatakan, kasus dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Khairun (Unkhair)
sejauh ini berusaha untuk menagih kerugian negara dari kontraktor.
Putusan Pengadilan
Tipikor Pengadilan Negeri Ternate hanya menghukum Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) namun kerugian negara dalam kasus itu ditanggung oleh kontraktor.
"Jadi kami lagi berusaha
menagih ke kontraktor. Dari kerugian sekitar Rp 2 miliar lebih itu yang sudah
dikembalikan berkisar senilai Rp 1 miliar lebih dan sisanya Rp 700 juta lebih.
Yang jelas Kejati diminta oleh hakim melalui putusan agar menagih ke
kontraktor,” jelas Deden.
Untuk kasusu Kawalo Tabona, setelah
menguji kualitas jalan di tersebut, Kejati kini menunggu penyerahan hasil
pemeriksaan pengujian kualitas jalan dari ahli konstruksi Dinas Pekerjaan Umum
(PU) Provinsi Maluku Utara. " Pekan depan, hasilnya akan diserahkan ke
kami dan akan diekspos ke BPKP, "
Menurutnya, bila hasil dari uji
kualitas jalan tersebut dikatakan ada penyimpangan oleh ahli, kewenangan untuk
menghitung seberapa besar penyimpangan tersebut akan dinilai langsung Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Kalau kata ahli tidak ada
penyimpangan proyek tersebut akan dihentikan. Kita tidak bisa memaksakan, jika
penyelidikan keluar atau penyidikan keluar semua itu harus sampai ke
Pengadilan. Kalau tidak cukup bukti harus dihentikan, tidak semua kasus itu
harus sampai ke Pengadilan," tegasnya.
Sementara untuk kasus Sayoang Yaba,
tim penyelidik telah melakukan klarifikasi kepada beberapa pihak yang diduga
terlibat dalam kasus itu. Tim penyelidik sendiri juga telah berkoordinasi
dengan ahli yang disertai dengan penyerahan berkas-berkas proyek tersebut untuk
dipelajari ahli.
"Setelah ahli turun ke lapangan
dan apabila hasilnya sudah ada maka diserahkan ke BPKP untuk dilihat ada atau
tidak kerugian negaranya, kewenangan untuk menetapkan seorang jadi tersangka
itu harus ada kerugian negara yang riil. Tapi ahli dalam kasus ini bukan dari
PU Malut, kami ambil ahli dari luar," jelasnya.
Untuk kasus Embung, Kajati menjelaskan
sementara ini pihaknya bersama ahli sedang ke lokasi untuk menguji kualias
proyek itu. Meski di sisi lain, pihak rekanan sedang melakukan perbaikan
terhadap proyek yang diduga merugikan keuangan negara senilai Rp 10,7
miliar.
"Jadi nanti hasilnya bagaimana
dari ahli itu yang akan dipakai, karena untuk menguji kualitas dan penyimpangan
proyek itu ada di ahli,"
Kasus dana sertifikasi guru di
kabupaten Halmahera Utara, beberapa pekan kemarin, pihaknya telah
berkoordinasi dengan kepala dinas terkait. Kepada dinas tersebut mengaku dana
sertifikasi itu akan dibayarkan seluruhnya di tahun 2018. Kadisnya katakan bahwa dana itu
sudah dianggarkan pada tahun anggaran 2018, dan akan dibayarkan di tahun
2018," singkatnya.
Orang nomor satu di Kejati Malut itu
mejelaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi itu bergantung kepada ahli. Bila
ahli menyebutkan ada kerugian keuangan negara dalam suatu perkara maka besaran
kerugian itu akan di hitung oleh BPK atau BPKP.
"Jadi jangan berpikir semua kasus
itu harus naik ke Pengadilan," terangnya.
Deden Riki bahkan mengakui dalam
kepemimpinannya memang banyak kasus yang dihentikan. Namun, kasus yang di SP3
itu merupakan kasus yang sudah ditangani beberapa tahun lalu sebelum dirinya
menjabat.
"Kalau kasus yang tidak cukup
bukti, masa kita biarkan, Saya dengan
keberanian saya ya saya hentikan, itu semua demi kepastian hukum, karena dalam
KUHP, kalau tidak cukup bukti maka dihentikan," Tutupnya (Shl)