Pelajaran Untuk Hari Ini

Sebarkan:
Ilustrasi

Oleh: Faisal Yamin

Di lapangan upacara, di bawah terik matahari, dengan keringat yang telah membasahi seluruh tubuh. Bisnu masih semangat mengarahkan siswanya.

"Membaca puisi itu harus menguasai naskah, intonasi dan ekspresi. Saya kira tiga hal itu jadi dasar untuk kalian bawa terus."

Satu per satu siswanya dipanggil untuk mempraktikkan langsung ilmu yang telah diberikan. Tapi tidak semua mampu, banyak yang masih mengeja, membaca datar dan terlalu cepat. Tapi air muka Bisnu selalu sama. Tetap tersenyum dan penuh kasih sayang.

"Tidak mengapa jika kalian belum bisa. Belajar itu seperti tangga, perlahan dan tidak harus cepat." Dia menjelaskan lagi, "ayo siapa lagi yang mau membaca?"

"Saya pak guru." Ujar Albotil bersemangat.

Dengan badan yang tegap dan tangan yang tegas menggenggam naskah puisinya, Albotil membaca dengan suara lantang dan matang.

Guruku, engkau adalah raja tanpa mahkota

Laksana bulan, kau menyinari kami yang masih gelap dalam berfikir

Kau tuntun kami tanpa lelah

Tak pernah marah 

Hanya senyum yang kau balas dari usilan kami

Guru, dibalik lengan bajumu banyak cita-cita menggantung

Guru, kamu pahlawanku.

***

Lalu tepuk tangan bergemuruh. Bisnu kembali mengarahkan para siswa-siswanya itu. "Nah, itu yang bapak maksud. Harus seperti Albotil yang sudah mampu mempraktikkan tiga point tadi." Dia menyerukan kepada siswa untuk kembali memberi sanjungan tepuk tangan sekali lagi buat Albotil.

"Bapak yakin, kalian semua pasti bisa. Kalian hanya butuh ketekunan untuk terus belajar. Sekali waktu, kalian akan menjadi pembaca puisi yang hebat. Bapak yakin itu." Bisnu kembali menggugah mereka dengan motivasinya.

Lalu pembelajaran puisi diakhiri saat semua siswa telah membacakan puisi-puisi mereka.

Di kantor, Bisnu sedang fokus pada layar laptopnya. Melihat dan mengamati setiap soal yang telah dia susun. Dia memastikan bahwa tidak ada lagi typo setiap soal. Bisnu adalah sosok yang teliti dan gemar membaca. Setiap hal yang dia buat penuh pecermatan dan ketelitian.

Lalu seorang rekan guru menghampirinya "Pak, sepertinya siswa bapak sedang menunggu bapak di kelas."

"Ada apa gerangan menunggu saya?"

"Entahlah, saya hanya meneruskan informasi." Ujar rekan gurunya dan kembali ke mejanya.

Bisnu langsung beranjak dari bangku duduknya untuk menghampiri siswa-siswa di ruang kelas. Ketika mendekati pintu masuk, beberapa siswa keluar sembari menunjukan air muka bahagia. Melihat itu Bisnu tanpak bingung. "Loh, tumben-tumbennya wajah kalian berbinar-binar. Ada apa gerangan?"

"Tidak pak, kami sedang bahagia. Silahlan masuk pak."

Sesampainya di pintu, wajah-wajah yang dipandanginya tidak hanya siswa di kelasnya. Ada banyak siswa di sana. "Ada apa gerangan kalian memanggil bapak?"

Lalu para siswa itu mengucapkan secara bersamaan, "Selamat hari guru pak, terima kasih atas dedikasi dan ilmu yang diberikan." 

Semarak dari siswanya sontak membuatnya kaget bukan main. Rasa haru dan bahagia mengalir cepat kedalam batin. Dia memandangi satu persatu setiap siswa itu, ada berapa bingkisan yang di pegang oleh mereka lengkap dengan kartu ucapan.

Dalam hatinya ada hal yang mengganjal, tapi Bisnu tidak tahu hal apakah itu. Dia tertegun sejenak, mengingat setiap kebersamaan yang mereka jalani. Ada banyak hal yang mereka buat dalam jalinan kebersamaan dan kekeluargaan.

Baginya, setiap siswa adalah teman, saudara dan apalah itu. Mereka disatuhkan oleh cinta, kasih sayang yang sepertinya telah kental sekali. Momen itu seperti momen peleburan. Para siswa menyambutnya dengan bahagia, mereka lupa para ketegasan dan terkadang luapan marah yang dia keluarkan saat di kelas.

"Padahal mereka polos, tapi dibalik kepolosan mereka ada rasa cinta dan sayang yang mereka pendam." Ujarnya dalam lirih.

Di terimanya satu persatu kartu ucapan dan bingkisan itu, sembari mengucapkan "terima kasih", kepada mereka.

Selepas dari ruang kelas, Bisnu kembali ke ruang kerjanya. Sepanjang dia berjalan, anak-anak menaruh air muka bahagia. Seperti bahagianya mereka ketika memenangkan suatu perlombahan.

Bisnu lembali menatap layar laptopnya dan soal-soal semester yang akan diberikan ke siswa-siswanya berapa hari kedepan. Namun pikirannya masih mengenang apa yang baru saja terjadi. 

Pikirnya, barangkali momen inilah yang membuat setiap guru bertahan. Mengajarkan dan membimbing siswanya walaupun upah yang diterima masih jauh dari sejahtera. Tapi rasanya itu terlalu materialistis. Sepertinya bukan itu, bagaimanapun menjadi guru adalah panggilan hati.

Lalu dia teringat ucapan bapaknya satu waktu, "kamu harus sabar dan ikhlas. Menjadi guru adalah panggilan jiwa yang berangkat dari rasa cinta."

Dan sepertinya dia lebih menerima ucapan yang terlontar dari bapaknya itu. Baginya tiada yang lebih indah bagi seorang guru, ketika melihat siswanya tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudi pekerti yang baik. 

Perayaan adalah rangkaian kejadian dan pembelajaran. Dan kado yang paling indah dari seorang guru adalah, melihat siswa-siswanya mampu menerapkan apa yang diajarkan olehnya dengan antusias.

"Pelajaran untuk hari ini. Aku akan terus belajar. Menjadi guru adalah jalan hidupku. Maka aku tidak akan padam, dan terus menjadi matahari yang selalu setia memberi cahaya."(**)

Mateketen, 25 November 2023

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini