Dinilai Tidak Komitmen, Kejari Halsel Bakal di Laporkan ke Kejati dan Kejagung RI

Sebarkan:
Kantor Kejaksaan Negeri Halsel. (Istimewa)
HALSEL - Penasehat Hukum Kabid Bina Marga, Bahtiar Husni berencana malaporkan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Halsel ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara dan Kejaksaan Agung (Kejagung RI).

Hal ini dilakukan lantaran Kejari Halsel dinilai tidak komitmen dengan janji menyeret pihak lain dalam perkara dugaan korupsi sewa alat berat di Dinas PUPR Halsel tahun anggaran 2018-2020.

"Kami berencana menyusun laporan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan Kejaksaan Agung RI untuk lebih melihat kinerja dari Kejari Halsel sehingga ada fakta fakta hukum yang dilihat lebih jauh tidak harus disembunyikan atau tidak ditutupi seperti ini," kata Bahtiar Husni saat dihubungi melalui telepon, Rabu 29/6/2022.

Menurut Bahtiar, dalam perkara dugaan korupsi sewa alat berat ini tidak ada unsur kerugian keuangan daerah yang ada hanyalah beralihnya nomenklatur kegiatan yang diperintah oleh Kepala Dinas PUPR kepada Kabid Bina Marga, WS. 

"Nah, ini yang harus dilihat lebih jauh tidak harus dilihat hanya satu orang apalagi klien kami ini hanya bawahan yang hanya diperintah oleh kepala dinas karena ada perintah dari mantan Bupati. Jadi kasus ini dilihat secara utuh tidak harus sepenggal-sepenggal. Sehingga menurut kami, klien kami terlihat dizolimi, begitu," ujarnya.

"Oleh sebab itu, kami sangat berharap agar ini lebih transparan lebih profesional agar ada keadilan dalam proses hukum ini," sambungnya.

Sementara itu, Abdullah Ismail salah satu PH Kabid Bina Marga WS menanggapi pernyataan Kasi Pidsus Kejari Halsel Eko Wahyudi yang mengakibatkan WS sebagai tersangka sewa alat berat pada saat pekerjaan GOR di tahun 2019. Menurut Abdullah, pekerjaan lahan GOR pada saat itu tidak menggunakan anggaran dari APBD, karena pekerjaan lahan GOR itu dipakai uang sewa alat berat. Perintah dari Kadis PUPR ke Kabid Bina Marga hanya berupa perintah lisan sedang tidak ada anggaran yang tersedia.

"Sehingga Kabid Bina Marga mengambil kebijakan dengan adanya uang sewa alat berat untuk digunakan pekerjaan itu karena tidak ada anggaran dalam APBD saat itu. Sehingga pernyataan dari Kasi Pidsus itu saya rasa keliru," tuturnya.

Menurut Abdullah, bukti-bukti yang disodorkan dan saksi-saksi mengatakan dihadapan tim audit dari BPKP bawah semua bukti belanja alat berat itu ada. Bahkan kata Abdullah, mereka (saksi) mengantar langsung pihak BPK ke toko-toko tempat belanja alat serta bahan bakar yang dipakai dan itu semua ada tidak fiktif dan juga semua nota belanjanya ada.

"Sehingga kita jangan salah kaprah menterjemahkan ini. Sehingga kasi pidsus membuat pernyataan-pernyataan yang keliru sehingga menyudutkan klien kami," sebutnya.


Terkait dengan biaya pemeliharaan kata Abdullah, yang dipakai untuk perbaikan alat-alat berat itu juga dipakai dari uang sewa alat berat. Sebab, anggaran pemeliharaan tidak pernah diberikan kepada Bidan Marga yang tugasnya memilihar alat-alat alat berat tersebut. 

"Biaya pemeliharaan alat berat itu tidak diterima oleh Bina Marga sekitar tiga sampai empat tahun. Sebenarnya yang harus dilidik penyidik Kejari itu anggaran pemiliharaan," ungkapnya.

"Saya lihat di DIPA PUPR itu anggaran pemiliharaan dalam suatu tahun itu ada yang Rp 100-200 juta. Ini yang harus dilidik kejaksaan dan itu harus diseriusi mereka dalam perkara ini. Bukan uang sewa alat berat yang sudah dipakai untuk pembersih lahan GOR yang diperintahkan langsung oleh Kadis PUPR," pungkasnya. (Buwas/PM)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini