Aliansi Kie Raha Menggugat Saat Hearing Bersama Ketua Komisi Satu Dan Wakil Ketua Komisi Tiga DPRD Kota Ternate |
TERNATE, PotretMalut - Aliansi Kie Raha Menggugat (AKRM), melakukan aksi menuntut keadilan atas Surat Keputusan (SK) Pengadilan Negeri (PN) Ternate yang dinilai tidak berdasar dan melanggar hak adat Kesultanan Ternate.
Diketahui, aksi yang berlangsung di gedung DPRD Kota Ternate pada Senin, (5/6/2023) tersebut, mendapatkan perhatian dari pihak Kesultanan Ternate dan Kesultanan Jailolo.
Aksi Aliansi Kie Raha Menggugat dikawal langsung oleh Sultan Jailolo Ahmad Abdullah Sjah, Nuzuluddin Mudaffar Sjah, Tulilamo Kesultanan Ternate, dan perangkat adat Soa Cim.
Keterlibatan Kesultanan itu dikarenakan sengketa tanah di Kelurahan Kalumata, Kecamatan Ternate Selatan itu melanggar hak wilayah Kesultanan.
Kesultanan Ternate memiliki hukum kepemilikan wilayah yang sah secara adat yaitu, Aha Kolano, Aha Fanyira, Aha Soa, Aha Bobullah, dan Aha Cucatu.
Tulilamo Kesultanan Ternate Ilyas Bayau mengatakan, tanah di Kalumata yang dimenangkan oleh Juharno adalah Cucatu yang diberikan kepada Almarhum Jogugu Lolada yang mengabdi di tahun 40-50 an, yang namanya pemberian adat tidak bisa ditarik atau dibatalkan.
Selain itu, saat hearing terbuka bersama wakil ketua Komisi I dan Ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Tulilamo menunjukkan administrasi Kesultanan dan dibandingkan dengan surat yang dimiliki oleh Juharno yang dijadikan rujukan oleh PN Ternate.
"Ada beberapa keganjalan dalam surat abal-abal milik Juharno, yakni pertama, disebutkan Kecamatan Ternate Selatan padahal pada 1996 belum ada Kecamatan Ternate Selatan. Kedua, kesalahan penulisan nama Sultan. Ketiga, tidak memiliki tanda tangan dan cap Kolano. Keempat, logo dan segel yang terdapat dalam surat milik Juharno belum dipergunakan pada 1996," ungkapnya.
Sementara, Sarif Tabaika Perangkat Adat Soa Cim meminta agar DPRD menyampaikan kepada PN dan MA untuk mencabut PK karena dinilai ilegal.
Anak mendiang Sultan ke-48 Mudaffar Sjah, Nuzuluddin Mudaffar Sjah juga meminta agar Kepres No 17 tahun 2022 tentang penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dijadikan sebagai rujukan.
"Ini ada keterkaitannya, karena mereka sebagai korban pelanggaran HAM masa lalu, mereka dilindungi oleh Kepres itu," jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi III Dekot, Fahcri Badar mengatakan pihaknya akan melakukan rapat internal DPRD untuk mempelajari data yang dimilki dan memanggil pengadilan untuk membicarakan permasalahan lahan.
"Kami akan jadwalkan, insya Allah minggu depan, " pungkasnya. (mail/red).