Warga Gamayou Sambut Lailatul Qadar Dengan Tradisi "SELO GUTO"

Sebarkan:
Warga Gamayou meriahkan tradisi Selo Guto
TERNATE, PotretMalut - Warga Gamayou, Kelurahan Makassar Barat, Kecamatan Ternate Tengah menggelar tradisi Guto, sebagai simbol kegembiraan masyarakat menyambut malam Lailatul Qadar yang dilangsungkan di depan Mushollah Nurun Najjah, Sabtu, (06/04/2024).

Selain tradisi guto atau obor, ada juga tradisi "SELO GUTO" sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan kekayaan kepada Allah Ta’ala sebagai pemberi rezeki dan ungkapan terima kasih kepada alam.

Selo guto diwujudkan dalam bentuk simbol hasil alam diantaranya pisang, kelapa, tebu dan buah-buahan lain yang kemudian diperebutkan oleh anak-anak.

Ketua Remaja Mushollah Nurun Najjah, Safrudin Dahlan mengatakan, dalam menyambut malam pertama lailatul qadar, guto adalah tradisi tumurun-temurun yang telah dilakukan oleh tetua-tetua terdahulu di Kampung Batu Kadera Gamayo.

Sebagai pembaca sastra lisan, Safrudin mengumandangkan shalawat dan suba serta salam kepada warga yang hadir: “Allahumma Shalli A’la Sayyidina Muhammad, Suba Jou Jiki Amoi, Jou Suba Se Ngon Moi-Moi”.   

Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan kegembiraan atas turunnya malam Lailatul Qadar dan harapan warga mendapatkan keberkahan di malam kemuliaan.

Gelaran tradisi yang juga menjadi ajang silaturahmi untuk menghidupkan tradisi dan simbol persatuan itu, ditutup dengan pembacaan puisi oleh Muhammad Fadly Jufri. 

Berikut isi puisi yang dibacakan:

“Alhamumma salli ala sayidina muhammad!

Subajou diki amoi....

Jou suba se ngon moi-moi...

Ada sebuah tradisi turun temurun yang disebut GUTO tradisi ini dilakukan tepat pada malam pertama ela-ela....

Tradisi ini pernah di laksanakan puluhan tahun lalu di kampung ini oleh tetua-tetua dulu dikampung Batu Kadera ini....

Ratusan tahun lalu, Saban hari ketika leluhur tete deng nene, baba se yaya membangun kampong dengan persatuan.... 

Warisi darah itu sampe sakarang, jang ingkar musti sepakat. Lalu lanjut warisan itu, tong dirikan satu sabua kacili untuk ana-ana tu generasi, sebab paduli-paduli adalah fondasi.

kase tanda, tarada beda Dari gamtara gamsungi dg gamayou kase tunju gam ma cahaya, Babari, Liliyan, Bangun mesjid Samua datang dengan rasa yang sama.

Di kampung tua batukadera Kran doa-doa bae di hari ini Sejuta puisi pun akan lebur bersama Petuah ayahanda kala azan mulai pertama kali terngiang di telinga ananda. Mau lahir basar dimana, Mau jauh raga dimana, Darah akan tetap bersenyawa dengan tanah tempat tanam dodomi.

Sudah aku hafal dan menjamurlah nasehat tetua kampong, Sejak lama, orangtua pe pasang mengudara di langit-langit rumah.

Mancia Na Due-Mancia Na Due

Ngon Na Due- Ngon Na Due

(Orang punya orang punya)

(Torang punya torang punya)

Ingatan perihal hilal pada ritual Gusungi Mekar bunga hanyut sebagai pertanda Dia so timbul, bawa tanda bulan bageser Dahaga yang muncul, ini suda, bulan penuh istimewa, berkah melimpah ruah.

Ohhhh Tete ajari hidup loga-loga asal Loa se Banari Aer Loa-Loa puisi kuti kuat-kuat perasaan.

Ohhhhhh Bang Bang Toma Sigi Jibril Uci Waje Una, Tego bakaca diri.

Sebab nanti di fitri, kita semua kembali fitrah Di badan amil, Antar salam, Balas doa, Baras tatutup lengso, Dihati Lilin manyala, Zakat kenyangi nurani....

Di dalam sulbi, aku diam mendengarkan Kemenangan dalam proses kelahiran." (Tim/red)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini