![]() |
| Koordinator Alumni Ormawa Unkhair, Isra Anwar |
pasalnya, Wadek III Fakultas Hukum diduga telah melakukan kekerasan fisik terhadap Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unkhair Ternate.
Selain mendesak rektor, Keluarga Besar Alumni Ormawa Unkhair menyampaikan keprihatinan atas dugaan tindakan kekerasan fisik yang dialami Presiden BEM Unkhair.
Peristiwa yang diduga melibatkan Wakil Dekan III Fakultas Hukum, Dr. Amriyanto, tersebut terjadi di lingkungan kampus. Insiden ini menjadi sorotan serius para alumni.
Koordinator Alumni Ormawa Unkhair, Isra Anwar menilai, tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan di dunia pendidikan tinggi, yang harusnya menjadi tempat tumbuhnya nalar kritis, kebebasan berpendapat, dan penghormatan terhadap perbedaan pandangan.
Kata Isra, informasi yang diperoleh dari korban, insiden bermula saat Presiden BEM Unkhair melakukan pertemuan dengan Dr. Amriyanto untuk membahas pembentukan BEM Fakultas Hukum Universitas Khairun.
"Awalnya pertemuan berlangsung dalam suasana kondusif dan dialogis. Ketegangan muncul ketika terjadi perbedaan pendapat terkait mekanisme pembentukan lembaga kemahasiswaan tersebut," ungkap Isra, Kamis (23/10/2025).
Isra menambahkan, situasi yang semula berupa diskusi akademik kemudian berubah menjadi konfrontasi emosional. Dr. Amriyanto diduga tersulut emosi dan melayangkan empat kali pukulan ke arah lengan Presiden BEM Unkhair, sebelum meninggalkan lokasi tanpa memberikan penjelasan.
"Peristiwa itu disaksikan oleh sejumlah orang yang berada di sekitar tempat kejadian," jelasnya.
Alumni Ormawa Unkhair menegaskan, kekerasan dalam bentuk apa pun, baik fisik, verbal maupun psikologis, tidak memiliki tempat di lingkungan akademik.
"Kami menilai, tindakan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai luhur pendidikan tinggi yang menjunjung kebebasan berpendapat, penghormatan terhadap hak individu, serta asas kemanusiaan," sebut Isra.
Pihaknya menyerukan agar Rektor Universitas Khairun segera mengambil langkah tegas untuk menegakkan keadilan, dan memastikan keamanan seluruh warga kampus.
"Kami mendesak agar pejabat fakultas yang diduga terlibat segera diberhentikan dari jabatannya, demi menjaga marwah institusi dan memastikan peristiwa serupa tidak terulang," pintanya.
Isra mengatakan, Unkair memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi seluruh civitas akademika dari tindakan kekerasan. Diakuinya, kekerasan di lingkungan universitas bukan hanya pelanggaran etika profesi, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai dasar pendidikan tinggi.
"Sebagai ruang akademik, kampus seharusnya menjadi tempat tumbuhnya budaya dialog dan penghargaan terhadap martabat manusia, bukan arena bagi tindakan emosional atau intimidatif," pungkasnya.
Alumni Ormawa Unkhair berharap, pihak rektorat bertindak cepat dan transparan dalam menindaklanjuti kasus ini. Ketegasan pimpinan universitas menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap dunia akademik, dan memastikan bahwa kampus tetap menjadi tempat yang aman bagi kebebasan berpikir dan berekspresi. *
