BK DPRD Ternate Dinilai Lindungi Pelanggar Etik

Sebarkan:
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Ansor Kota Ternate, Zulfikran A. Bailussy
TERNATE, PotretMalut - Badan Kehormatan dan Pimpinan DPRD Kota Ternate, dinilai tidak konsisten dan cenderung tebang pilih dalam menegakkan etika di lingkungan legislatif.

Penilaian ini disampaikan praktisi hukum dan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kota Ternate, Zulfikran A. Bailussy, SH.

Menurutnya, dugaan pelanggaran berat yang melibatkan anggota DPRD Fraksi PAN, Ridwan AR, yang telah mendapatkan putusan pegadilan harus diproses secara serius.

Sikap BK DPRD, menurut Zulfikran, sangat mencederai keadilan etika publik, ketika lebih fokus atas langkah inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan anggota DPRD, Nurjaya Hi. Ibrahim, yang dipersoalkan dan diancam dengan pemeriksaan etik, ketimbang memproses kasus dugaan pelanggaran berat yang melibatkan anggota DPRD Fraksi PAN, Ridwan AR.

"Kita sedang melihat potret ketimpangan penegakan etik di tubuh DPRD Kota Ternate. Ketika pelanggaran berat seperti dugaan perselingkuhan yang telah terbukti secara hukum dibiarkan, tapi sidak untuk mengawasi distribusi minyak tanah justru dilebih-lebihkan. Ini bukan sekadar standar ganda, tapi bentuk ketidakadilan terang-terangan di internal BK," ungkap Zulfikran dalam keterangannya, Jumat (18/07/2025).

Ia menegaskan, lembaga legislatif adalah representasi dari suara rakyat yang seharusnya menjaga kehormatan, integritas, dan komitmen etika. Sikap diamnya BK terhadap kasus Ridwan AR memperlihatkan adanya dugaan kompromi dan ketundukan terhadap kekuatan politik tertentu.

"BK jangan menjadi alat politik untuk menjatuhkan yang kritis dan membela yang bermasalah. Kalau anggota DPRD ingin membela kepentingan rakyat dengan turun langsung ke lapangan, itu patut diapresiasi. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Nurjaya mau diperiksa, sementara Ridwan yang nyata-nyata melanggar sumpah jabatan dibiarkan. Tentu ini inkonsistensi moral," tegasnya.

Lebih lanjut, Zulfikran menilai DPRD Kota Ternate sedang menghadapi krisis legitimasi etik yang serius. Ketika publik melihat adanya ketimpangan dan selektif dalam penerapan sanksi, maka kepercayaan rakyat akan makin luntur.

"Ini bukan semata tentang Nurjaya atau Ridwan, tapi tentang bagaimana lembaga legislatif menjalankan prinsip keadilan dan etika. DPRD harusnya jadi teladan, bukan jadi tempat berlindung bagi pelanggar etik," tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa DPRD bukanlah tempat perlindungan bagi perilaku menyimpang yang mencederai etika publik dan martabat kelembagaan. Apalagi jika sudah ada putusan pengadilan yang seharusnya menjadi dasar kuat untuk pemberian sanksi.

"Mengabaikan putusan pengadilan adalah bentuk pembangkangan terhadap hukum. Jika BK dan Pimpinan DPRD tetap bungkam dalam kasus ini, maka mereka secara tidak langsung telah bersekongkol mencederai kepercayaan publik," tambahnya.

Zulfikran juga mendukung langkah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Ternate, yang telah menyuarakan kekecewaannya terhadap sikap lembaga legislatif tersebut. Menurutnya, tekanan dari publik dan masyarakat sipil adalah bentuk kontrol yang sah dan sangat dibutuhkan di tengah lemahnya mekanisme etik di DPRD.

Zulfikran mendesak agar BK DPRD Kota Ternate segera memulihkan integritasnya dengan bertindak objektif, adil, dan tidak diskriminatif dalam menangani seluruh kasus etik di tubuh DPRD.

"Jangan hanya tajam kepada yang lemah dan berbeda pandangan politik, tapi tumpul kepada pelanggaran nyata yang mencoreng institusi. Jika ini terus dibiarkan, DPRD kehilangan kehormatannya di mata rakyat," pungkasnya. (Ham/red)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini