Suara Emas

Sebarkan:

Oleh: Hamdy M. Zen

Ketua DPW RPI Maluku Utara / Pengajar Bahasa Arab IAIN TERNATE

Membaca, merupakan sebuah pekerjaan yang sungguh menyenangkan, bagi mereka para kalangan intelektual. Melalui membaca, mereka kemudian memperoleh banyak informasi. Dari berbagai informasi tersebut, biasanya melahirkan sebuah analisis. Nah, analisis inilah, yang selanjutnya, lantas dijadikan sebuah acuan, dalam melangkah dan bersuara. Sehingga, apa yang kemudian dilakukan, dengan harapan goalnya bisa tercapai.

Kegiatan membaca yang melahirkan analisis, sebagaimana penjelasan di atas, biasanya dilakukan saat momentum – momentum tertentu dan sangat urgen. Momentum tersebut, salah satunya adalah seperti pesta demokrasi. Biasanya, di saat pesta demokrasi seperti saat ini, para kaum intelek, kemudian melakukan kegiatan tersebut. Tujuannya satu, yakni memberi informasi, sebagai bahan pegangan kuat bagi para petarung dalam berkompetisi.

Sehingga, ketika memperoleh informasi dari para pemberi informasi tersebut di atas, para kandidat kemudian, bersiap untuk selalu bekerja ektra, agar bisa menjadi yang terdepan, di dalam hajatan akbar pesta demokrasi itu sendiri. Lantas, bahu – membahu antar sesama tim, melakukan terobosan – terobosan baru, demi meraih suara tangguh yang hampir berlalu.

Akan tetapi, terkadang hasil analisis dari para kaum intelektual yang diandalkan, kerap kali, jauh juga dari kata “tepat sasaran”. Ditambah lagi, dengan data yang diperoleh dari para tim survei. Bahkan, ada juga sebgaian tim survei yang terkadang malakukan kegiatan survei yang justru tidak tepat sasaran. Sehingga, para tim pemenang pun kemudian ikut salah kaprah dalam membaca. Seperti baru – bari ini, ada sebuah tim survei yang kemudian memberi informasi di tengah – tengah kita, tentang kekuatan sementara para kandidat di salah satu kabupaten kota di Maluku Utara. Sayangnya, informasinya terkesan kontrofersial. Di mana, informasi yang diberikan sangat jauh dari kata rasional. Sehingga, datanya mendapat tanggapan keras dari berbagai kalangan intelektual lainnya.

Hal tersebut, mengindikasikan bahwa, ternyata para pemberi informasi, tidak serta merta membuat kita harus jadikan sebuah acuan valid dalam bertarung. Sebab, sebagai petarung yang kuat, selain mengandalkan tim, kita sebagai kandidat juga mestinya memberi ketegasan bagi para tim, kiranya ketika menyampaikan informasi, diusahakan informasinya harus valid dan tidak mengada – ada. Sebab, dengan mengada – adakan informasi yang bukan fakta bahkan informasi tidak berdata, justru merugikan kita. Karena, dengan data fiktif tersebut, nantinya membuat kita menjadi salah langkah.

Selain merugikan kita, tanpa sadar, kita juga telah melakukan tindakan pembodohan serta pembohongan publik. Bagaimana kita mau meraih suara dari publik, sementara kita sendiri, melakukan tindakan yang justru melanggar kode etik. Mungkin kita anggap hal seperti itu, merupakan hal yang biasa – biasa saja. Tapi sesungguhnya, bagi kaum intelek lainnya, pasti menggap hal tersebut adalah masalah yang sungguh luar biasa. Ya luar biasa hebat. Informasi yang diberi, ternyata melahirkan perdebatan sengit dan berat.

Harusnya kita sadar, bahwasanya mau seberapa kuat kekuatan yang kita punya saat ini, tidak berarti kita pasti menang di saat nanti. Karena kemenangan sesungguhnya, hanya akan diketahui pada saat selesai pesta. Oleh sebab itu, yang harus dilakukan saat ini adalah, terus bekerja dan bekerja. Bukan mengandalkan informasi yang tak berdata. Informasi yang dipegang adalah harus fakta, bukan logika, apalagi hanya sebatas bicara. Bukan kawan.

Untuk memperoleh fakta dan data yang valid, kita mestinya harus banyak membaca. Membaca apa saja. Membaca berita, buku, situasi dan kondisi serta yang lainnya. Sehingga, kita memperoleh informasi yang jelas bukan yang tidak pantas juga tidak berkelas. Membaca adalah kekuatan yang mesti dipegang. Namun demikian, membaca bukanlah sebuah cara untuk membunuh dari belakang.

Adapun tujuan dari membaca tersebut adalah kita tahu tentang cara agar kita tetap aman dan tidak bersitegang, di antara kita dan para penumpang yang kelak menjadi raja bagi kita. Sehingga, kompetisi yang kita peran dan mainkan, memiliki nilai juang tinggi dan bermakna, yang dengan nilai serta makna tersebut, menjadi tetap bisa untuk selalu diandalkan sekarang dan ke depan. Mari tunjukan kompetisi sehat. Mari bertarung tanpa harus membuat bingung.

Para kandidat, menjadi contoh bagi kita para penyumbang suara. Kandidat hebat pasti kuat. Dia menjadi teladan bagi kita dalam bergerak. Kandidat cerdas itu pantas. Dia menjadi contoh dalam meraih mimpi yang berkelas. Dan kandidat jujur adalah cool. Dia menjadi panutan dalam menatap masa depan yang mashur. Oleh karenanya, mari pertontonkan cara berkompetisi yang syarat akan gizi, bukan disertai racun yang tersembunyi.

Bagaimana dengan kita dalam membaca dan menentukan pilihan?

Sebagai penentu suksesnya pesta demokrasi, kita juga dituntut untuk menentukan pilihan. Adapun pilihan yang kita tentukan, yang pasti tidak secara pragmatis. Kita pada substansinya, diharapkan menentukan pilihan berdasarkan hasil analisis. Adapun analisisnya, berdasarkan hasil bacaan terhadap para petarung yang berkompetisi. Sepak terjang para petarung, menjadi data kuat bagi kita dalam memilih. Sehingga, hasil pilihan kita, menjadi sebauh kekuatan ke depan dalam berpetualang. Bukan karena uangnya kita memilih, tapi karena kualitasnya, suara kita beri. Ini yang harus menjadi prinsip dalam berdemokrasi.

Sebagai pemberi suara, kita juga tak boleh lupa, bahwa suara kita adalah emas. Emas pada dasarnya, dicari. Tidak mudah menemukan emas. Emas hanya bisa ditemukan oleh mereka yang bekerja keras. Emas tidak ditemukan mereka yang suka bermalas – malas. Nah, kalau suara kita adalah emas, maka jangan jadikan ia seperti sampah, yang di mana saja kita bisa menemukannya. Atau seperti yang lainnya yang sangat mudah kita temukan.

Jangan mudah memberi suara emas kita kepada mereka yang suka bermalas – malas. Berilah pada mereka, para pekerja keras. Mereka yang menunjukan program yang pro terhadap rakyat, yang tidak sekedar manis di muka, namun di belakang justru menghilang. Tapi perlu pula untuk diingat. Suara emas kita tersebut, tidak untuk diperjual belikan. Jangan kita gunakan ia sebagai ladang bisnis. Sebab bisnis biasanya menghasilkan untung rugi.

Adapun demokrasi tidak demikian. Demokrasi justru melahirkan sebuah kedewasaan dalam berkehidupan. Demokrasi akan membawa kita pada sikap kemadaian juga persatuan. Demokrasi bukan wadah bertransaksi untuk meraih keuntungan pribadi ataupun kelompok. Tapi, demokrasi adalah sistem kompetisi akal sehat bukan akal busuk yang sesat.

Pergunakanlah suara emas kita pada tempatnya. Suara emas kita tersebut, bertempat pada kandidat hebat nan kuat juga berkhidmat, yang selalu memerangi mudarat, memberi selamat, serta bertanggung jawab dan memiliki akal sehat. Bukan dia yang justru mengukir luka pasca berpesta, menggores hati saat menikmati dan membuat sistem, buruk sekali.

Siapa dia? Dialah orang yang dapat dipercaya, bukan dia yang mudah memperpecah belah. Dialah yang cenderung bersama – sama, bukan suka bertindak semaunya. Dialah yang sulit diajak dusta, bukan gampang diajak berfoya. Dan dialah petarung sejati, petarung jeli yang tak gentar melawan korupsi, petarung jeli yang tak gentar melawan kolusi, serta petarung jeli yang tak gentar melawan Nepotisme.

Kandidat sebagaimana yang dijelaskan di atas, menjadi pas untuk diberi suara emas kita yang berkelas. Dengan menyumbang suara emas tersebut pada kandidat dimaksud, akan melahirkan negeri yang insya Allah menjadi negeri tersejuk juga ferry good.

Akhirnya, penulis hanya dapat berkata, mari gunakan suara emas, untuk kandidat yang berkelas. Siapa dia? Dialah orang yang berdasarkan hasil analisis kita sendiri, memiliki sikap yang bisa untuk diandalkan sekarang dan ke depannya, demi kesejahteraan rakyat, bukan kesejahteraan pribadi kelompok yang tak bermartabat. Sekian. Tabea.

                                                                              Ternate, Puncak Dufa – Dufa, 06 Desember 2020

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini