Main Tambang, Sherly-Sarbin Tampak Mengelak Soal Kerusakan Lingkungan Pada Debat Kedua

Sebarkan:
Istimewa
TERNATE, PotretMalut - Calon Gubernur Maluku Utara nomor urut 4, Sherly Tjoanda diketahui merupakan komisaris utama perusahaan tambang PT Karya Wijaya.

Perusahaan nikel yang beralamat di Jalan Raya Jati, Lantai II Hotel Bela Internasional, Nomor 500, RT/RW 006/003, menguasai 500 hektare lahan di Kecamatan Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Perusahaan dengan kode komoditas logam mineral itu menerima nomor SK Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) : 502/34/DPMPTSP/XII/2020, yang berlaku sejak 12 April 2020, berakhir pada 12 April 2040 dengan tahapan pekerjaan operasi produksi.

Terkait kepimilikan saham perusahaan tambang, dalam debat kedua calon gubernur dan wakil gubernur, digelar KPU Maluku Utara di Kampus Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Selasa (19/11/2024) malam, Sherly terlihat bimbang.

Dalam segmen kedua debat, Sherly mendapat pertanyaan terkait kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. 

"Aktivitas pertambangan tidak hanya merusak ekosistem secara langsung, tetapi juga mengancam ketersediaan sumber daya alam. Tanah yang terkontaminasi dan kerusakan daerah tangkapan air akan menghambat kegiatan pertanian dan mengurangi ketahanan pangan. Bagaimana intervensi kebijakan paslon untuk memastikan aktivitas pertambangan tidak merusak ekosistem yang mendukung sistem kehidupan masyarakat," ucap moderator membacakan pertanyaan dari panelis.

"Saya akan berada di garda terdepan untuk mengadvokasi pelestarian lingkungan hidup. Saya pun akan mengadvokasi masyarakat di sekitar lingkungan tambang. Di lingkungan tambang polusi udara kurang baik, banyak yang terkena ISPA. Salah satu pencegahannya dengan memasang alat untuk melihat kebersihan udara. Dampak dari logam berat bukan hanya merusak biota alam laut dan terumbu karang, tapi juga mengganggu kesehatan manusia. Salah satu solusinya bisa melakukan reklamasi dan reboisasi sehingga dampak buruk bisa dieliminasi," jawab Sherly.

Belum lagi, saat calon Wakil Gubernur, Basri Salama dalam sesi tanya jawab ke paslon nomor 4 menanyakan, bagaimana Sherly-Sarbin mengambil kebijakan terkait kerusakan alam akibat aktivitas pertambangan sedangkan Sherly sendiri merupakan bagian dari perusahaan tambang.

Pertanyaan itu dijawab Sarbin dengan menyatakan semua orang pasti tidak mengharapkan bencana. Namun bencana pasti akan terus hadir, apalagi di wilayah Indonesia. Karena itu, sambungnya, cara menghadapi mitigasi bencana adalah dengan dua skema.

"Pertama, prabencana. Kita juga menyiapkan dengan baik, menyampaikan sosialisasi pencegahan terhadap bencana. Dan yang kedua, bagaimana bencana saat datang, melakukan evakuasi, memberikan pelayanan. Dan yang berikut setelah bencana," tuturnya.

"Soal kaitan tambang yang ditanya tadi saya kira semua tambang itu prosesnya ada, prosedurnya ada. Kalau ditanya kemudian kami menjadi bagian, saya seperti tidak bisa menjelaskan lebih jauh di sini, karena kita soal tambang itu mekanismenya ada. Saat ini kewenangan pemerintah daerah itu soal pengawasan sesungguhnya. Jadi kalau ditanya mendiang tadi, saya kira ini bukan bagian dari soal bagaimana menangani bencana, karena tema kita saat ini adalah soal mitigasi bencana terhadap lingkungan," ujar Sarbin.

Ia menambahkan, semua pihak sepakat di satu sisi tambang dibutuhkan, namun lingkungan yang sehat dan baik juga penting.

"Karena itu negara terus hadir untuk melindungi warganya, memberikan advokasi untuk melindungi hak-hak masyarakat sehingga masyarakat bisa mendapatkan bagian dari tambang itu, dan tambang juga terus menjadi bagian dari pembangunan kita," tuturnya.

Basri telihat tak puas dengan jawaban Sarbin yang dinilai keluar dari inti pertanyaan. 

"Maksud saya, kalau kita bicara kerusakan lingkungan, kerusakan hutan, kerusakan alam akibat dari aktivitas pertambangan, itu sudah pasti kita punya kebijakan. Bagaimana saudara mau membuat kebijakan merehabilitasi kebijakan sementara saudara menjadi bagian dari perusahaan yang ikut terlibat dalam kerusakan alam? Itu pertama," sentilnya saat diberi kesempatan menanggapi jawaban paslon 4.

"Yang kedua, bagaimana saudara bisa memisahkan posisi personal saudara sebagai gubernur dengan strategi kebijakan merehabilitasi hutan, merehabilitasi kerusakan alam dan lingkungan, itu yang ingin saya tanya. Tolong dijelaskan posisi duduknya itu, supaya kita tahu di mana posisi kita sebagai penyelenggara pemerintahan dan posisi kita sebagai oligarki pertambangan," tandas Basri.

Berdasarkan reportase Project Multatuli pada 12 September 2024, nama Sherly Tjoanda tercatat sebagai pemegang saham 30 persen perusahaan tambang PT Karya Wijaya, sementara mendiang suaminya Benny Laos memiliki 65 persen saham. Perusahaan ini belum beroperasi sejak izinnya diterbitkan pada 2020.

Benny Laos juga tercatat sebagai pemilik tambang PT Amazing Tabara yang pernah mendapatkan izin menambang emas di Pulau Obi, Halmahera Selatan. Warga lantas protes izin tersebut karena konsesinya berada di perkebunan cengkeh dan dikhawatirkan merusak tanaman rempah. Izin perusahaan ini kemudian dicabut pada 2022.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini