Di Hari Kebangkitan Nasional, HMI Maluku Utara Serukan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Baru

Sebarkan:
Ketua Umum Badko HMI Maluku Utara, M. Akbar Lakoda
TERNATE, PotretMalut - Dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-117, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Maluku Utara, menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi kedaulatan tanah dan laut di wilayah timur Indonesia.

Ketua Umum Badko HMI Maluku Utara, semangat kebangkitan tidak boleh sekedar seremoni, harus diwujudkan dalam perlindungan hak-hak rakyat atas tanah dan ruang hidup mereka.

"Tanah dan laut di Maluku Utara bukan sekadar sumber daya ekonomi, tapi juga identitas dan kehidupan masyarakat adat serta petani lokal. Saat ini, kami melihat kecenderungan pengabaian terhadap kedaulatan itu, terutama melalui maraknya izin usaha tambang, Ilegal fishing dan ekspansi industri besar yang tidak berpihak kepada rakyat," ungkap Akbar, Senin (19/05/2025).

Dalam momentum nasional yang seharusnya menjadi refleksi kolektif atas perjuangan bangsa, HMI Maluku Utara justru menilai banyak wilayah di Indonesia Timur, khususnya di Maluku Utara masih menghadapi kolonialisasi gaya baru.

Bukan oleh bangsa asing secara langsung, tetapi melalui struktur ekonomi dan kebijakan yang meminggirkan kepentingan rakyat kecil.

"Kami mengingatkan pemerintah pusat dan daerah, mempertahankan tanah dan laut dari penguasaan kapital besar adalah bagian dari amanat kebangsaan. Jika kedaulatan atas tanah dirampas, maka sejatinya kita belum merdeka sepenuhnya. Olehnya, jangan semaunya saja memberikan izin kepada pihak korporat. Mestinya tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi saja, tetapi ada aspek yang tidak kalah peting yaitu aspek sosial atau hak-hak masyarakat terhadap lahan yang dikuasai oleh perusahaan dan lingkungan," terangnya.

Bagi HMI, Hari Kebangkitan Nasional yang ke-117, harus ditandai dengan keberpihakan pemerintah kepada rakyat dan lingkungan, bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi yang mengabaikan keberlanjutan.

Keberpihakan pemerintah pada korporat, terlalu berlebihan sehingga masyarakat yang menerima seluruh konsekuensinya. Mulai dari kekerasan dari aparat kepolisian dan TNI, hingga dampak lingkungan yang mencemari sungai dan laut warga di lingkar pertambangan.

salah satu soal yang baru saja terjadi pada tanggal 19 Mei 2025, terdapat 27 Masyarakat adat di Kabupaten Halamehara Timur yang di seret ke Polda Maluku Utara di Kota Ternate, sepaskah melakukan pembelaan atas tanah mereka pada Perusahaan PT Position.

Selain itu, pada 27 April 2025, terjadi perlawanan masyarakat adat dengan PT STS. 

"Bagaimana tidak terjadi konflik lahan, negara hadir dengan logika statistiknya sedangkan masyarakat hadir dengan logika etisnya," tuturnya.

Akbar menyebutkan, masyarakat gigih mepertahankan hak penguasaannya secara turun temurun dan bersifat informal, sementara perusahaan dan pihak lain datang dengan sistem aturan formal yang tidak dikenal dalam kebiasaan masyarakat.

"Dalam momentum ini, kami meminta Kapolda Maluku Utara, Pribadi Irjen Waris Agono untuk membebaskan 11 masyarakat adat yang sementara ini di tahan oleh Polda Maluku Utara," pintanya.

Badko HMI Maluku Utara menegaskan, Maluku Utara bukan daerah kosong yang siap dieksploitasi, melainkan tanah penuh sejarah, budaya, dan hak hidup yang harus dihormati.

Hari Kebangkitan Nasional adalah momentum untuk kembali menegaskan posisi rakyat dalam narasi kebangsaan.

"Suara dari timur ini diharapkan menjadi pengingat bagi seluruh elemen bangsa, bahwa perjuangan belum selesai. Terutama ketika tanah dan air masih terancam oleh kekuasaan yang abai," tutupnya. (red)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini