![]() |
Pengurus Badko HMI Maluku Utara |
Desakan ini sebagai respons atas meningkatnya konflik agraria, kerusakan lingkungan, dan dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar area pertambangan.
Ketua Umum Badko HMI Maluku Utara, Akbar Lakoda mengatakan, aktivitas pertambangan yang tidak terkendali telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
"Dalam hemat kami, maraknya penerbitan IUP dalam beberapa tahun terakhir tidak dibarengi dengan pengawasan dan evaluasi yang ketat. Akibatnya, terjadi konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan tambang, serta kerusakan lingkungan yang sangat memprihatinkan," ungkap Akbar dalam keterangan resminya, Senin (02/06/2025).
Ia menilai, lemahnya kontrol pemerintah terhadap proses penerbitan IUP mengakibatkan konflik lahan antar masyarakat dan pihak perusahaan, serta terbukanya ruang bagi eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan ekologis.
Menurutnya, beberapa wilayah mengalami pencemaran air, degradasi hutan, serta gangguan kesehatan masyarakat akibat debu dan limbah tambang.
Dalam beberapa waktu lalu, kita diperhadapkan dengan konflik lahan yang terjadi di Desa Wayamli, Maba sangaji, dan Desa Wailukum.
Kita juga dikagetkan dengan rilisan penelitian dari Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako, atas dampak aktivitas industri nikel di teluk Weda pada senin 26 Mei Lalu. Selain itu mafia tambang yang berani melakukan ekspor illegal sebanyak 90.000 metrik ton ore nikel.
"Pemerintah tidak boleh terus-terusan bersembunyi dibalik dalih investasi, keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan harus menjadi perhatian, apalagi ketika rakyat menjadi korban. bagi kami, telah menjadi rahasia umum, di balik IUP-IUP yang bercokol ini, ada keterlibatan mantan jenderal, oknum kementerian, hingga pejabat lokal," tuturnya.
Badko HMI Maluku Utara juga meminta DPRD untuk membentuk Pansus, guna menginvestigasi seluruh proses penerbitan izin tambang, termasuk potensi pelanggaran hukum dan konflik kepentingan yang mungkin terjadi.
Sejumlah kasus konflik agraria yang melibatkan perusahaan tambang dengan masyarakat lokal disebut terus terjadi, namun belum mendapat penanganan serius dari pemerintah daerah.
"Kami akan mengawal isu ini sampai ada tindakan konkret. Ini bukan hanya soal regulasi, tapi soal masa depan Maluku Utara dan hak-hak dasar warga negara," tegasnya. (*)