APH Didesak Periksa Suryani Antarani

Sebarkan:
Ketua DPD GPM Maluku Utara, Sartono Halek
TERNATE, PotretMalut - Aparat Penegak Hukum (APH), didesak memeriksa mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pulau Morotai, Suryani Antarani.

Desakan itu disampaikan Dewan Pimpinan Daerah Pemuda Marhaen (GPM) Provinsi Maluku Utara.

Ketua DPD GPM Maluku Utara, Sartono Halek mengatakan, temuan BPK terkait dugaan penyalagunaan anggaran senilai Rp 2,8 miliar, wajib dijadikan bukti dasar pemanggilan dan pemeriksaan mantan kepala BPKAD Morotai yang saat ini menjabat Sekretaris BKPAD Maluku Utara.

"Peran mantan Kepala BPKAD Pulau Morotai, Suryani Antarani selaku Kuasa Pengguna Anggaran, wajib mempertangungjawabkan perbuatan yang diduga melanggar hukum atas praktik penyalahgunaan keuangan daerah," ungkap Sartono, Selasa (19/08/2025).

Menurutnya, pengunaan anggaran di BKPAD Mororati tahun 2024 senilai Rp 2,8 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan merupakan sebuah kejanggalan. Apalagi disaat pemriksaan BPK, BPKAD menyajikan bukti rekayasa.

Temuan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai tahun 2024 dengan nomor : 20.B/LHP/XIX.TER/05/2025 tanggal 26 Mei tahun 2025. 

Kebenaran transaksi belanja yang menggunakan nota balasan sebesar Rp 2.838.500.000, kepada penyedia tertanggal 8 Maret 2025, penyedia BBM tidak mengakui adanya belanja senilai Rp 447.882.000. Sementara penyedia ATK dan belanja cetak juga tidak mengaku adanya belanja BPKAD senilai Rp 2.065.718.000. Sedangkan hasil konfirmasi dengan Penyedia Rumah Makan atas belanja makan minum senilai Rp 324.900.000. menunjukan, penyedia tidak mengakui adanya belanja tersebut. 

"Penggunaan anggaran senilai Rp 2,8 miliar ini tidak alokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2024. Akan tetapi BPKAD sengaja menggunakan anggaran tersebut," ujar Tono.

Sartono menambahkan, pengunaan nota palsu, seolah-olah asli, untuk tujuan menipu atau mendapatkan keuntungan tidak sah, juga dapat dijerat sanksi pidana, bahkan bisa dikenakan sanksi yang sama dengan pemalsunya. (Tim/red)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini