![]() |
| Istimewa |
Temuan pada 2017 lalu ini, menunjukkan PT Karya Wijaya yang sebelumnya bernama PT Karya Wijaya Blok I, tidak memenuhi kelengkapan, mulai dari dokumen perizinan hingga analisis dampak lingkungan.
Setumpuk pelanggaran itu pertama, tidak memiliki daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan berpengalaman minimal 3 tahun dan atau geologi.
Dua, tidak memiliki peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai ketentuan SIG yang berlaku secara nasional.
Tiga, tidak memiliki bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan eksplorasi. Keempat, tidak memiliki bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang IUP sesuai nilai penawaran lelang.
Lima, tidak memiliki laporan lengkap eksplorasi. Enam, tidak memiliki laporan studi kelayakan. Kejutuh, tidak memiliki rencana pembangunan sarana prasarana penunjang kerja OP.
Delapan, Tidak tersedianya tenaga ahli pertambangan dan atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 5 tahun. Sembilan, tidak memiliki dokumen AMDAL.
Sepuluh, tidak memiliki dokumen Izin lingkungan. Dan sebelas, tidak Memiliki jaminan pascatambang/reklamasi serta jaminan kesungguhan.
Menurut Pansus IUP, PT Karya Wijaya yang sebelumnya PT Karya Wijaya Blok I, dalam faktanya terindikasi memanipulasi tanda tangan mantan Kadis ESDM.
Berdasarkan rapat pansus angket dengan mantan Kadis ESDM Ir. Rahmatia Rasyid, pada 1 Oktober 2017 menyatakan, pihaknya tidak pernah memproses dan menandatangani telaah teknis atau pertimbangan teknis untuk PT Karya Wijaya Blok I semasa jabatannya sampai dinonjobkan pada 23 Mei 2016.
Selain itu pertimbangan teknis tertanggal 14 Januari 2016 yang merupakan dasar penentuan kelayakan proses dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dibuat dan ditandatangani oleh Plt Kabid Pembinaan Usaha Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara, Maftuch Iskandar Alam ST, MT, yang ternyata masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Halmahera Selatan.
Hal ini diperkuat dengan penjelasan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Maluku Utara, pada saat rapat dengan pansus angket menyatakan, Maftuch Iskandar Alam, ST, MT masih berstatus PNS di Halsel pada Oktober 2017.
Juga pertimbangan teknis Plt Kabid Pembinaan Usaha Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara, Maftuch Iskandar Alam, ST, MT, ternyata menyalahi Peraturan Gubernur Nomor: 35 tahun 2016 tentang pembentukan tim teknis penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan terpadu satu pintu pada Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Maluku Utara. Dimana pada frasa ayat kedua menjelaskan, tugas tim teknis penyelenggaraan PTSP memberikan pertimbangan teknis/rekomendasi terkait Izin yang dikeluarkan.
Bahwa penjelasan Kepala Biro Hukum Salmin Djanidi dan Kepala BPMP-PTSP Nirwan M.T Ali, pada saat rapat penyelidikan dengan pansus angket 29 September 2017, proses perizinan usaha pertambangan PT. Karya Wijaya Blok I tidak melalui BKРМ- PTSP Provinsi Maluku Utara. Padahal, dalam Perturan Gubernur Maluku Utara Nomor: 3 tahun 2016 tentang pelimpahan sebagian kewenangan di bidang perizinan kepada BKPM Provinsi Maluku Utara pada pasal 2 ayat (1) menyebutkan, obyek perizinan yang dilimpahkan sebagian kewenangannya kepada BKPM Provinsi Maluku Utara, termasuk poin (37, 38) yakni IUP OP dan IUJP.
Temuan Pansus DPRD ini ditandatangani Ketua Pansus Sahril Marsaoly. Pelanggaran hukum PT Karya Wijaya Blok I ternyata terulang pada 2020 hingga 2025 dengan nomor IUP yang berbeda.
PT Karya Wijaya juga merupakan satu di antara 27 IUP bermasalah hingga menjadi temuan tim pansus saat itu. Sederet pelanggaran yang menjadi temuan tim pansus DPRD ini sekaigus mematahhkan pengakuan Gubernur Sherly Laos, di salah satu poadces bahwa perusahaannya memiliki izin yang sah. (red)
