Ahmad Purbaya |
SOFIFI - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut), merespon polemik pembayaran sisa tunggakan pembayaran proyek masjid raya shaful khairaat Sofifi, sebesar Rp. 5,8 miliar.
Menurut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Malut, Ahmad Purbaya, mengatakan pekerjaan pembangunan masjid raya sofifi dianggarkan kurang lebih Rp. 95 miliar yang termuat dalam dokumen APBD 2021.
Pekerjaan bangunan masjid yang dikerjakan oleh PT. Anugrah Lahan Baru, sudah dibayarkan 100 persen sesuai pagu anggaran yang termuat dalam APBD, namun dalam perjalanan ada penambahan item pekerjaan yang tidak termuat dalam APBD senilai Rp. 5,8 miliar, sehingga pemprov tidak bisa melakukan proses pembayaran.
"Kalau pekerjaan fisik masjid sudah 100 persen dibayar dan itu tidak ada masalah,"ucap Purbaya kepada wartawan, Selasa (28/6/2022).
Purbaya bilang, pecairan proyek induk masjid raya sudah di bayarkan 100 persen pada 8 April 2022, sementara terkait isu SPD2D seperti di beritakan media itu adalah barang umum yang bisa didapatkan oleh berbagai pihak dan itu menegaskan bahwa proses pembayaran sudah dilakukan.
Lanjut Purbaya, untuk mencairkan proyek bukan berdasarkan tekanan siapapun, karena pencairan murni urusan antara pihak ke tiga dan pemprov, sehingga tidak ada hubungan dengan pihak luar, karena pencairan dilakukan atas standart dokumen dan ketersediaan dana pada kas pemprov.
Purbaya juga menegaskan, pihak kontraktor tidak perlu mengunakan argumentasi pembenaran dan justifikasi pada pekerjaan yang telah selesai di bayarkan, sebab proyek induk itu sudah tuntas di bayarkan dan yang menjadi masalah sekarang adalah proyek tambahan yang belum ada dasar regulasi.
Mantan Kepala Inspektorat Malut ini menambahkan, sisa pembayaran Rp. 5,8 miliar yang saat ini menjadi polemik, bukan niat pemprov tidak mau membayar, namun pemprov mencari solusi yang didasari dengan regulasi, sehingga ketika proses pembayaran sehingga tidak memunculkan masalah baru.
"Pemprov bukan tidak mau membayar, tapi kita masih carikan solusi terbaik, agar tidak ada yang bermasalah dikemudian hari,"terangnya.
Bahkan saat ini kata Purbaya, Pemprov sudah menempuh beberapa langkah untuk menyelesaikan masalah pembayaran sisa item pekerjaan masjid raya, dengan cara meminta pandangan hukum Kejati Malut, namun permintaan itu ditolak dan menyarankan untuk tidak melakukan pembayaran, karena pekerjaan tambahan yang dilakukan oleh pihak perusahan tidak masuk dalam APBD. serta tidak mungkin masuk di APBD Perubahan karena pekerjaannya sudah dilakukan, baru kemudian diusulkan untuk masuk ke ApBD perubahan, hal ini tentunya menyalahi prosedur pengangguran, apalagi pengadaan barang dan jasa.
"Kita tidak bisa memaksakan kehendak membayar sesuatu diluar aturan, jika dipaksakan maka konsekuensinya masuk ke ranah hukum. Jadi kita berupaya, agar pembayaran tidak menimbulkan masalah baru,"jelasnya.
Ada beberapa solusi yang saat ini dipikirkan oleh pemprov yakni mengusulkan anggaran hibah ke DKM Masjid Raya, agar pembayaran item pekerjaan tambahan bisa melalui hibah sebagaimana disampaikan oleh pak sekprov, selain itu pihak kontraktor dapat melakukan tuntutan ke pengadilan, sehingga ada putusan pengadilan yang menjadi dasar hukum melakukan pembayaran.
"Prinsipnya, kita siap bayar namun harus didasari regulasi yang kuat, agar tidak bermasalah dikemudian hari. Diharapkan masalah ini tidak melebar dan pemprov tidak akan lari dari masalah,"tandasnya.(tim)