Koordinator Formalintang-Jakarta, Rizal Damola |
Koordinator Formalintang-Jakarta, Rizal Damola mengatakan, luas Pulau Fau hanya sekitar 545 hektare, dengan garis keliling mencapai 17.052 meter. Sementara luas konsesi PT ANP hampir mencaplok semua ruang darat Pulau Fau.
"Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel milik PT ANP di Pulau Fau, adalah bagian dari penghancuran terhadap lingkungan di sekitarnya," ungkap Rizal dalam rilis, Kamis, (13/06/2024).
Rizal menyebutkan, Shanty Alda Natalia selaku pemilik PT ANP, terkesan memaksakan kehendak untuk menguasai SDA Halteng, walaupun dengan cara menabrak aturan.
Selain itu, PT ANP harus tahu, Pulau Fau adalah benteng terakhir perlindungan ekosistem serta biota laut. Pulau ini telah dianggap warga sebagai pelindung dari kampung yang berada di selatan Pulau Gebe, yakni Desa Kapalo, Desa Kacepi dan Desa Yam.
"Ada larangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk aktivitas penambangan mineral, sebagaimana Pasal 23 ayat 2 dan Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil," terang Rizal.
Menurut Rizal, PT ANP tidak boleh melakukan kegiatan penambangan terhadap pulau yang ukurannya dibawah 2.000 km persegi, seperti Pulau Fau, karena itu menabrak aturan.
"Penambangan di Pulau Fau akan menimbulkan daya rusak lingkungan yang hebat, akan ada luka ekologi, serta kerusakan pesisir dan laut," sebutnya.
Ia menambahkan, tambang sudah meninggalkan kerusakan ekologi di pulau-pulau kecil seperti yang terjadi di Pulau Gebe, pulau yang berdampingan langsung dengan Pulau Fau.
Untuk itu, Formalintang-Jakarta mendesak pemerintah segara membebaskan Pulau Fau dari aktivitas PT ANP.
"Pemda Halteng, DPRD, dan Pemprov Malut harus segera rekomendasikan pencabutan IUP PT ANP ke Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Harus juga belajar dari kasus kerusakan ekologi. Tambang hanya menguntungkan pengusaha dan korporasi," pungkasnya. (Tim/red)