Kantor KPK |
Hal ini untuk membuktikan keseriusan SKAKMU, mengungkap kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat daerah.
Koordinator aksi SKAKMU, M. Reza menyebutkan, pihaknya akan melakukan aksi dan melaporkan Wali Kota Ternate ke KPK terkait kasus penyertaan modal, mengkroscek laporan dugaan korupsi pembelian eks rumah dinas Gubernur Maluku Utara oleh Pemerintah Kota Ternate.
laporan resmi yang nantinya dimasukkan SKAKMU, mengenai dugaan kasus korupsi penyertaan modal investasi yang diduga melibatkan M. Tauhid Suleman selaku sekretaris daerah dan komisaris.
"Kita akan cek laporan dugaan korupsi pembelian eks rumah dinas Gubernur Maluku Utara yang katanya dilaporkan salah satu ASN Kota Ternate. Informasi yang kita terima, terlapor dalam laporan itu adalah salah satu pejabat penting di Kota Ternate," ungkap Reza, Senin, (22/07/2024).
Menurut Reza, laporan kasus penyertaan modal investasi Pemerintah Kota Ternate ke PT Ternate Bahari Berkesan (TBB) ke KPK buntut dari tidak jelasnya penanganan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Padahal sudah ada beberapa orang yang sudah di jebloskan ke jeruji besi, sementara status Wali Kota sampai saat ini belum ada kejelasan hokum.
"Penanganan di masih menuai tanda tanya dan terkesan begitu saja. Padahal masih peran pihak lain yang perlu diungkap, salah satunya Wali Kota Ternate Tauhid," tandasnya.
Dalam kasus ini, BPKP Perwakilan Provinsi Maluku Utara melalui hasil audit nomor: PE.03.03/SR-1016/PW33/5/2022 ditemukan adanya kerugian negara.
Jika diteliti, hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara tertanggal 7 Juli 2022 BPKP menemukan penyalahgunaan pengelolaan dana sebesar Rp22,85 miliar yang mengakibatkan kerugian negara Rp7 miliar.
Dari total ini, sambung Reza, PT BPRS Bahari Berkesan, anak perusahaan TBB mengelola sebesar Rp 11 miliar. Dilain sisi, juga ditemukan penyetoran modal oleh pemerintah daerah periode 2015 sampai 2019 senilai Rp 550 juta ke PT BPRS tidak dicatat atau dibukukan sebagai penyertaan modal pada laporan keuangan PT BPRS.
"Sehingga hasil perhitungan negara oleh BPKP menunjukkan kerugian negara sebesar Rp550 juta. Ini tentu kejahatan sistemik yang kiranya perlu di ketahui KPK. Kita akan melaporkan secara resmi dan memberikan data ke KPK," terangnya.
Fatalnya, akta pendirian PT BPRS Bahari Berkesan Nomor 136 tanggal 27 Juli 2014, TBB tidak memiliki saham. Kendati demikian, BPRS Bahari Berkesan mendapat suntikan modal atas nama pemerintah menggunakan bantuan modal TBB sebagai holding company.
"Ini bisa dikatakan modus sebagai anak perusahaan. Di balik kasus ini M. Tauhid Suleman sudah harus di panggil KPK untuk dimintai keterangan. Kasus lain seperti Haornas 2018 mestinya juga ditelusuri," katanya. (ches/red)