Wayase 100 Juta di IAIN Ternate, Prahara Mahasiswa KKN

Sebarkan:
Muhajir Rasid (Doc. Pribadi)

Oleh : Muhajir Rasid 

Mahasiswa IAIN Ternate

Joget wayase dengan irama musik yang dimainkan Alan Darmawan berjudul "100 Juta" familiar di setiap acara di Provinsi Maluku Utara (Malut).

Tak hanya pada acara pernikahan, lagu yang menyulut banyak komentar di channel YouTube milik Alan Darmawan ini juga diputar berulang kali pada mobil angkot, dan setiap perkampungan di 10 Kabupaten/Kota.

Lirik lagu yang mengafirmatif modal uang untuk dapat nikah bisa digapai lewat kerja tambang ini juga digemari banyak mahasiswa yang notabenenya berasal dari lembaga pendidikan Islam.

Saat penutupan kegiatan pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate Tahun 2023, dengan joget "wayase 100 Juta" oleh puluhan peserta  di Auditorium Utama IAIN Ternate, 20 Agustus 2023.

Semestinya IAIN Ternate yang notabenenya  sebagai kampus Islam, tidak menampilkan aksi demikian. Akan tetapi, akhir-akhir ini mengalami disorientasi terhadap bagaimana pengembangan kualitas dan potensi kemahasiswaannya.

Bukanlah penulis alergi dengan joget wayase, namun ada tempatnya. Kenapa bisa terjadi begitu? Karena yang diketahui bahwa kampus hanya menonjolkan proses literasi, apalagi kampus IAIN Ternate, seyogianya getol.

Fakta berbalik, belakangan kampus menyajikan deviasi literasi yang selalu dijegal, seperti orasi ilmiah dilarang. Padahal diketahui secara bersama bahwa kampus sebagai wadah untuk memproduk iron stock (pemimpin masa depan).

Bagaimana mungkin kita mengharapkan man of future (manusia masa depan) yang nantinya mampu menjawab seluruh tantangan zaman di berbagai sektor. Sementara literasi sebagai fondasi peradaban mendapat respon negatif?

Agenda seremonial  joget-jogetan yang tidak memperlihatkan sikap animal edicamdum (makhluk terdidik) oleh sebagian mahasiswa peserta KKN di hari terakhir pembekalan KKN.

Tentunya lagu "100 Juta" (Tambang Kao Malifut) ini menjadi trending topik, dan disisi lain sebagai tesis bahwa seorang lelaki yang ingin menikahi perempuan idamannya diharuskan agar mengadu nasib di perusahan tambang, seperti pada objek lagu tersebut.

Lagu ini mampu mengkonstruk mainstream berpikir bahwa peran mobilitas sosial terjadi di tambang, karena buntut dari mahar seorang perempuan dan mendorong generasi penerus bangsa ke perusahan tambang.

Antonio Gramsci (1891-1973) memandang terjadinya perubahan sosial berbasis pergeseran nilai ini sebagai hegemoni budaya, yang perlu dilakukan counter hegemoni oleh para intelektual organik yang ada di ruang akademik.

Namun paradoks, proses kritik ruang akademik terasa kaku, bahkan lewat logika kereta api menyebutkan mahasiswa berpikir kritisisme sebagai tak beradab, amoral dan tidak beretika, sehingga kritisisme dipandang takhayul.

Banyak hal tidak subtansi yang menjadi titik fokus komponen kampus saat ini, sementara hal-hal yang bersifat pengembangan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan spiritual mahasiswa diabaikan. 

Masalah akut lainnya, skema locus kampus menurunkan mahasiswa KKN itu juga hanya monoton pada kabupaten/kota yang sudah ditempuh tahun kemarin, pada akhirnya berefek pada penurunan jumlah mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan di IAIN Ternate.

Bagi penulis, KKN juga bagian dari strategi  mensosialisasikan kampus IAIN agar mengundang orang-orang di penjuru daerah terpencil Halmahera, kuliah di IAIN Ternate. 

Masalah ini harus menjadi bagian dari kontemplasi seluruh komponen kampus. Bahwa kampus adalah wahana memproduk kaum-kaum intelektual yang didasari moral force (kekuatan moral) dan bukan untuk memproduk para penari wayase.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini