Ketidakpastian Layanan Perizinan Berusaha Pasca Penerapan Online Single Submission Risk Based Approach

Sebarkan:
   Foto (Istimewa)

PotretMalut - Penerapan sistem OSS-RBA tidak serta merta memberikan kemudahan dan kepastian layanan perizinan berusaha. Bahkan sejumlah pengaturan dalam kebijakan, desain kelembagaan, dan platform layanan digital dinilai masih bermasalah. 

Persoalan ini mengemukan dalam Otonomi Talk bertajuk “OSS RBA Terkini: Upaya Perbaikan dan Tantangan Implementasi di Daerah” yang diselenggarakan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Selasa, 28 November 2023.

Turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini Ichsan Zulkarnaen Asisten Deputi Pengembangan Investasi, Deputi V, Kemenko Perekonomiaan, Dendy Apriandi Direktur Deregulasi Penanaman Modal, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal, BKPM, Stefanus Mufrisno, bagian Pengembagan DPMPTSP DKI Jakarta, dan Anton J. Supit, Perwakilan Pelaku Usaha.

Sebagai pembuka, Herman menyampaikan berbagai persoalan serius terkait implementasi OSS hingga hari ini. Ada tiga masalah tindak lanjut yang perlu dituntaskan, yakni ketidakpastian tindak lanjut regulasi (Perda); ketidakpastian layanan perizinan; dan gangguan terhadap keberlanjutan lingkungan, ekonomi, sosial dan tata kelola di daerah. 

“Terhadap persoalan ini, kami mem-propose beberapa hal, yakni pemetaan dan assesment terhadap kebijakan, kelembagaan, dan digitalisasi di Pemerintahan Pusat, untuk mengetahui bottleneck antara kebijakan sektoral dengan peraturan pemerintah,”kata Herman.

Selanjutnya, Dendi Apriandi menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja sejatinya mengamanatkan satu aplikasi perizinan, yakni OSS-RBA. Selain itu, pihaknya mengakui  masih ada kendala karena sistem ini masih relatif baru berjalan. 

“Kita sudah berjalan walaupun banyak kendala, dan ini yang harus kita jawab tantangan dengan perbaikan regulasi, perbaikan sistem, dan peningkatan kemampuan dari aparatur SDM,” jelas Dendi.

Ichsan Zulkarnaen dalam paparannya menyampaikan, ada yang harus diselesaikan terkait persoalan implikatif dari PP 5 Tahun 2021. Ada lima hal yang hendak dilakukan, yakni penyederhanaan pengaturan sektor seperti perubahan struktur batang tubuh; perbaikan norma; dan perubahan proses bisnis. 

“Sembilan hari ke depan, kami akan menyelesaikan revisi PP 5-nya, sekarang ini sudah masuk di tahap pembicaraan di antara seluruh kementerian/lembaga. Ini belum selesai karena masih harus tetap melakukan tahapan berikutnya (public hearing dengan pelaku usaha-red), waktunya mepet tapi harus dikejar,” ungkap Ichsan.

Direktur Deregulasi Penanaman Modal, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal, BKPM, Stefanus Mufrisno mengatakan, dalam konteks daerah,  ada dua kendala pokok dalam pelaksanaan perizinan dan non perizinan di Provinsi DKI Jakarta. Persoalan tersebut ialah perbandingan kuantitas pengawasan dan pegawai serta dinamika peraturan pelaksana di tingkat pusat. 

Stefanus merekomendasikan adanya penyatuan pelaksanaan perizinan yang mulanya terpisah antar kementerian menjadi satu pintu di Kementerian Investasi/BKPM.

“Ke depannya, untuk memudahkan proses perizinan, ada baiknya jika semua perizinan disatukan saja dalam BKPM seperti halnya PTSP,” ujarnya.

Anton J. Supit mewakili dunia usaha menyebutkan bahwa UU Omnibus Law baru sekadar relaksasi perizinan dan belum menyentuh konsistensi kebijakan.

Ia menyebutkan pada dasarnya investasi akan masuk lewat daerah, oleh karena itu pimpinan daerah harus siap untuk memiliki satu spirit yang sama, bahwa kemudahan berinvestasi bukan hanya untuk meng-entertain pengusaha, tapi untuk menciptakan lapangan kerja. 

"Pengusaha ini juga mengharapkan agar persoalan terkait implementasi OSS dapat diselesaikan dengan segera sehingga diharapkan harus ada forum khusus yang terdiri atas pemerintah dan pengusaha, " pungkasnya.(**)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini